Jakarta,- Merebaknya isu oligarkhi belakangan menjadi perhatian banyak pihak. Mulai dari masalah Pantai Indah Kapuk 2, kemudian memunculkan reaksi dari berbagai kalangan. Demonstrasi menentang oligarkhi pun muncul di mana-mana. Hal ini juga menjadi sorotan Mudhir Idaroh Wustho Jamiyyah Ahlit Thariqah al Mu’tabarah an Nadliyyah (Jatman) Jakarta, Irawan Santoso Shiddiq, SH. Menurutnya, kemunculan oligarkhi itu tak lepas dari peradaban modern yang terlalu memuja pada nafsu syahwati.
“Tak bisa dipungkiri, kaum oligarkhi itu muncul dari pemujaan pada nafsu syahwati, ini bentuk manusia psikosis yang jauh dari fitrah manusia,” paparnya kepada wartawan, Kamis (09/01/2025).
Munculnya kaum oligarki, sambungnya, tak bisa dilepaskan dari paham sekulerisme yang begitu menggeliat sekarang. “Paham sekulerisme itu diajarkan sejak di bangku sekolah sampai perguruan tinggi, ujungnya manusia banyak yang ingin menjadi oligarkhi demi memenuhi hasrat syahwati belaka,” tambahnya.
Dalam pandangannya, kemunculan oligarki di Indonesia ini dimulai dari kartel bisnis VOC yang dulu bercokol di Indonesia. “VOC adalah oligarkhi awal di Indonesia, sekarang banyak yang menirunya,” tambahnya. Jejak VOC sebagai oligarki, ujar pengamal thariqah Shaziliyya Dharqawiyya ini lagi, menjadi prototype kemunculan oligarkhi di dunia. “Dulu yang melawan kartel bisnis VOC adalah alim ulama Islam, karena kartel bisnis jelas melanggar fitrah, hanya memuja syahwati belaka,” paparnya.
Oligarkhi, sambungnya lagi, tentu didasari dari ideology sekulerisme. “Sekulerisme-lah yang mendasari lahirnya oligarkhi. Dan sekulerisme itu lahir dari paham neo qadariyya yang merebak sejak pasca renaissance di Eropa,” terangnya panjang lebar.
Paham itu tentu tak cocok dengan ideologi bangsa Indonesia. “Sekulerisme bukan pondasi dasar bangsa Indonesia,” tegasnya. “Ideologi itu warisan kolonial, yang sejak dulu ditentang bangsa ini,” katanya. Makanya, sambung pria yang juga berprofesi sebagai advokat itu, perlu berbagai upaya perbaikan agar oligarkhi tak tumbuh subur di negara ini. “Ada penyelesaian jangka pendek dan jangka panjang,” terangnya. Jangka pendeknya, katanya, diperlukan upaya perbaikan orientasi negara yang harus dikawal alim ulama untuk mengatur bangsa ini.
“Jangan sampai pemimpin republik ini dikelilingi kaum oligarki dan sekuleris, karena akan membuat negara makin tak menuju welfare state,” katanya. Kemudian, ujarnya lagi, diperlukan perubahan pola pendidikan nasional yang tak banyak mengajarkan ajaran sekulerisme. “Bangsa ini dulu dibangun dengan tasaswuf, yang melahirkan kejayaan umat Islam nusantara, maka tassawuf harus kembali diajarkan sejak dini agar bangsa ini melahirkan generasi yang tidak menyembah syahwati. Melainkan mampu membesarkan qalbunya,” tegasnya. Disitulah thariqah sangat penting kembali dimasuki umat Islam Indonesia, seperti era kejayaan Islam dulu.
Dia berpesan, pendidikan tassawuf akan mencegah manusia menjadi rakus dan serakah seperti kaum oligarki itu.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain