Jakarta, Aktual.com – Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) memberikan apresiasi atas jawaban PT Pertamina Patra Niaga perihal surat Permohon Informasi dan Konfirmasi Dugaan Praktik Kartel Digitalisasi SPBU Fase 2 yang dilayangkan pada 17 November 2023.
Dalam jawaban tertulisnya tertanggal 23 November 2023, Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Petrus Ginting menerangkan, untuk menjamin proses integrasi kesisteman digital dengan sistem Digitalisasi Tahap I yang telah dibangun dan dipasang sebelumnya, Pertamina Patra Niaga mendorong pelaksanaan percepatan Digitalisasi Tahap II untuk menggunakan perangkat yang compatible dengan sistem tersebut.
“Salah satu perangkat digitalisasi yang dibutuhkan adalah Four Court Controller (FCC), dan FCC yang compatible dengan sistem Digitalisasi Tahap I adalah FCC yang diproduksi oleh Perusahaan ITL,” terang Irto.
Selain itu, Irto juga menerangkan, untuk Digitalisasi tahap II ini, perangkat FCC menjadi kebutuhan wajib bagi SPBU jika akan menyalurkan BBM Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) dan Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP), oleh karena itu proses pembelian dilakukan sendiri oleh pihak SPBU kepada distributor resmi yang ditunjuk ITL.
Tak kalah penting, Irto Ginting juga menyampaikan apresiasi CERI karena telah mendukung berjalannya proses Good Corporate Governance (GCG) perusahaan dengan turut serta melakukan monitoring dalam Program Digitalisasi SPBU.
Meskipun demikian, Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman, menyayangkan jawaban Irto tidak subtantif terkait dugaan penjualan harga tidak wajar perangkat FCC oleh agen ITL ke SPBU.
“Informasi kami peroleh dari bekas mitra ITL bahwa harga franco Jakarta sekitar Rp23 juta, mengapa bisa dijual harga Rp38 juta hingga Rp55 juta per unit ke SPBU, dimana peran Pertamina melindungi pemilik SPBU,” ungkap Yusri saat dihubungi wartawan dari Jakarta, Jumat (24/11).
Menurut Yusri, perlu dipahami SPBU dan SPBBE serta Agen LPG adalah mitra utama Pertamina dalam mendistrubusikan produk BBM dan LPG Pertamina kepada masyarakat.
“Sehingga keberadaannya harus saling sinergi dan melindungi bukan saling ‘memakan’ agar pelayanan kepada konsumen semakin baik,” terang Yusri.
Ditegaskan Yusri, jika ada kebijakan Pemerintah kepada Pertamina dalam konteks penyempurnaan digitalisasi tahap 1 ke tahap 2 itu merupakan hal yang baik untuk memastikan subsidi BBM tepat sasaran.
“Akan tetapi meskipun investasi itu menjadi beban pemilik SPBU, maka tidak serta merta Pertamina buang badan dengan melakukan pembiaran terhadap pemilik SPBU diduga menjadi santapan kartel FCC, diperlukan perlindungan Pertamina terhadap pemilik SPBU untuk menghindari kecurigaan publik adanya keterlibatan oknum Pertamina dalam program digitalisasi SPBU tahap 2 ini,” ungkap Yusri.
Sebab, kata Yusri, jika pemilik SPBU merasa dirugikan atas kebijakan Pertamina, itu pada ujungnya akan berdampak akan merugikan konsumen BBM, yaitu akan berpotensi pemilik SPBU akan menyeludupkan BBM subsidi dan penugasan atau mengakali takaran volume BBM merugikan konsumen untuk menutupi beban kewajibannya yang tidak wajar.
“Mengingat adanya keterbatasan kewenangan CERI menurut UU dalam menelisik dugaan kongkalikong pengadaan perangkat digitalisasi SPBU lebih dalam, maka CERI segera akan melaporkan dugaan kartel digitalisasi SPBU ke Komisi Perlindungan Persaingan Usaha (KPPU),” ungkap Yusri.
Apalagi, lanjut Yusri, ada kabar terbaru bahwa mantan Ketua BPH Migas, Fansurullah Asa sejak Kamis (23/11/2023) telah ditetapkan oleh DPR RI sebagai salah satu Komisioner KPPU, ini angin segar.
“Seperti kita ketahui Fansurullah Asa sangat peduli dan paham detail problem digitalisasi tahap 1 dengan nilai investasi Rp 3,6 triliun, bahkan sewaktu beliau masih menjabat Kepala BPH Migas sempat mengirim surat ke KPK untuk melakukan audit tehnologi digitalisasi SPBU tahap 1,” pungkas Yusri.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan