Yogyakarta, Aktual.com – Groundbreaking megaproyek NYIA (New Yogyakarta International Airport) Kulonprogo yang sedianya dihadiri Presiden Joko Widodo, Jumat (27/1), ditentang sekitar 80 organisasi masyarakat sipil maupun perseorangan yang tergabung dalam aliansi Gerakan Solidaritas Tolak Bandara (GESTOB).
Dalam jumpa pers di kantor LBH DIY, Kamis (26/1), sejumlah perwakilan aliansi tegas menolak kehadiran Jokowi dalam acara peletakan batu pertama serta meminta pembangunan NYIA segera dihentikan.
“Kami menolak keras kehadiran Jokowi di DIY untuk kepentingan peletakan batu pertama proyek Bandara, kedatangannya memberi dampak negatif terhadap warga Yogyakarta,” tegas Direktur LBH Yogyakarta, Hamzal Wahyudin.
Dampak negatif yang dimaksud yaitu kekhawatiran bakal ada penggusuran massal di lahan terdampak Bandara, dimana seharusnya menjadi lahan pertanian penduduk setempat. Kedepan, Hamzal tak tahu apakah mereka mampu membangun lahan pertaniannya kembali secara mandiri atau tidak.
“Ini poin penting yang harus diperhatikan bapak Presiden kita yang namanya Joko Widodo ini,” kata dia.
GESTOB mencatat, beberapa hal mendasar dan jadi syarat mutlak dianggap telah dan tidak akan mungkin terpenuhi pihak Angkasa Pura 1 selaku pemrakarsa, termasuk oleh Pemprov DIY dan pemerintah pusat dalam membangun NYIA Kulonprogo.
Pertama, NYIA Kulonprogo yang diklaim sebagai proyek kepentingan umum adalah sarana transportasi udara berisiko amat tinggi, terutama bagi calon pengguna jasa penerbangan.
Dalam Perpres 28/2012 tentang RTR Pulau Jawa-Bali, Kulonprogo masuk zona rawan bencana alam geologi. BNPB dalam Masterplan Pengurangan Resiko Bencana Tsunami (2012) pun telah memetakan kawasan selat Sunda dan selatan Jawa sebagai zona utama dengan probabilitas tsunami tinggi.
Kedua, Studi AMDAL yang dilakukan AP1 cacat hukum lantaran tidak dilakukan pada tahapan yang semestinya. Bukannya disusun terlebih dulu sebagai kelengkapan, namun melompat jauh ke tahapan groundbreaking atau sudah akan masuk ke tahapan kontruksi (pembangunan fisik dan mobilisasi alat). Padahal, proses AMDAL merupakan etape paling menentukan terhadap kelayakan lingkungan. Sebab, Izin Lingkungan merupakan ‘jantung’ sistem perizinan.
Lalu, Pada PP 26/2008 tentang RTR Nasional, kemudian Perpres 28/2012 tentang RTR Jawa-Bali hingga Perda Provinsi DIY 2/2010 tentang RTRW DIY 2009-2029, tidak satupun klausula yang menyebutkan pembangunan bandara baru di Kulonprogo. Melainkan, pengintegrasian koridor dan fungsi bandara Adi Sucipto DIY dengan bandara Adi Sumarmo Boyolali.
Terakhir, Dari aspek pertanian, lokasi kegiatan rencana studi AMDAL Bandara di lima desa di Kecamatan Temon, Kulonprogo, merupakan lahan pertanian subur dan produktif baik di lahan kering (tegalan) maupun di lahan basah (sawah). Lingkungan tersebut bagi mereka tidak bisa dipisahkan begitu saja dari masyarakat petani yang telah bertahun-tahun terbiasa menggantungkan dan mencukupi kebutuhan hidup dengan bercocok tanam.
Senada, Kepala Advokasi PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia) DIY, Purnomo Susanto, mengatakan, bakal hadirnya Presiden dalam ground breaking sama saja mengamini pelanggaran HAM yang dilakukan negara terhadap warga.
“Kita juga dapat informasi bahwa tanah untuk landasan pacu Bandara akan diuruk dari dua gunung, artinya, nanti akan ada kerusakan lingkungan berikutnya di DIY,” ungkap Purnomo.
Laporan: Nelson Nafis
Artikel ini ditulis oleh:
Nelson Nafis