Jakarta, Aktual.com — Menteri Pedayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi resmi telah mengeluarkan surat edaran nomor B/2355/M.PANRB/07/2015 tanggal 22 Juli 2015.

Dalam surat itu dijelaskan bahwa seluruh Aparatur Sipil Negara harus bersikap netral dalam Pilkada serentak di 269 daerah mencakup provinsi dan kabupaten-kota yang akan berlangsung pada 9 Desember 2015 mendatang.

Ketua Umum Suara Kreasi Anak Bangsa Dodi Prasetya Azhari mengatakan, tahun ini adalah tahun politik dimana seluruh masyarakat, termasuk di Tangerang Selatan akan berpartisipasi untuk memilih pemimpin daerahnya selama lima tahun kedepan.

“Kehadiran para tim sukses akan dirasakan geliat dan semangatnya baik di dunia nyata maupun di jagat maya, seakan melengkapi kemeriahan pesta lima tahunan tersebut,” ujar Dodi dalam keterangan persnya yang diterima Aktual.com, Sabtu (29/8).

Dalam proses Pilkada di Tangerang Selatan, Walikota Airin Rachmi Diany dan Wakil Walikota Benyamin Davnie kembali maju dalam pilkada. Hal ini sungguh mengkhawatirkan dan bisa jadi akan terjadi banyak pelanggaran dan sangat rentan kecurangan, termasuk pengerahan pegawai negeri sipil (PNS).

“Dalam sistem pilkada langsung, posisi PNS pun akhirnya menjadi tersandera oleh seremoni politik Pilkada. posisi PNS seolah diposisikan harus memilih apakah tetap netral dan tidak berpihak kepada kepala daerah (incumbent) yang menjadi calon peserta pilkada, ataukah PNS harus terlibat dalam politik praktis dengan mendukung calon tertentu,” kata dia.

Konsekuensinya, sambung Dodi, jika calon yang didukungnya menang berarti karir PNS-nya akan naik. Namun, jika kalah, maka karir PNS menjadi tamat.

Menurut dia, hal ini sangat mungkin terjadi lantaran sesuai dengan PP No. 9 Tahun 2004, seorang kepala
daerah memiliki kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan PNS, sekaligus sebagai pembina bagi PNS di daerahnya.

“Ini merupakan dilema buat PNS untuk menegakkan netralitasnya. Pilkada langsung berkonsekuensi terhadap birokrasi (PNS) dalam memposisikan dirinya ketika berhubungan dengan politik. Di satu sisi, PNS harus bersikap netral. Di lain sisi, PNS dihadapkan pada kekuatan poliitik yang kuat pengaruhnya terhadap netralitas PNS,” tegas Dodi.

Ia melanjutkan, bahkan keterlibatan PNS dalam mendukung peserta pilkada memberikan kontribusi terhadap fragmentasi dan friksi politik internal dan terganggunya pelayanan publik.

Dodi kemudian memberikan solusi. Idealnya kewenangan pembinaan terhadap PNS tidak ditangan pejabat politik seperti gubernur, bupati dan walikota. Tapi harus dilakukan oleh pejabat karir, dalam hal ini Sekretaris Daerah atau Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat).

“Hal ini penting untuk lebih menjaga netralitas PNS sebagai institusi non politik (birokrasi), maka pejabat Pembina-nya harus bukan dari pejabat politik,” demikian Dodi.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu