Semarang, Aktual.com — Pengrajin kopiah di Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, menjelang puasa Ramadan kebanjiran pesanan dari pedagang yang berasal dari beberapa daerah di Tanah Air.
Menurut pengrajin kopiah dari Desa Honggosoco, Kecamatan Jekulo M. Noor Yasin di Kudus, Rabu (25/5), pesanan mulai meningkat sejak tiga bulan lalu.
Awalnya, kata dia, produksi kopiah per harinya hanya sekitar 20-an kopiah, kini melonjak menjadi 40-an kopiah dengan berbagai motif dan warna sesuai pesanan.
Peningkatan produksi tersebut, kata dia, karena banyaknya pesanan dari sejumlah pedagang luar daerah, seperti dari Jatim, Jabar dan Jateng.
Pemesannya, kata dia, didominasi dari sejumlah pondok pesantren yang memang memiliki koperasi karena akan dijual kembali terhadap para santri.
Sebetulnya, kata dia, pesanan cukup banyak, bahkan ada pemesan yang menginginkan 1.000 kopiah harus jadi dalam jangka waktu tiga bulan sebelum puasa.
Karena keterbatasan tenaga dan modal, dia mengaku, tidak menyanggupinya, karena sebelumnya juga sudah menerima pesanan dari sejumlah pedagang.
Jumlah pekerjanya saat ini, kata dia, hanya mengandalkan lima orang ditambah dirinya yang membuat desain songkok.
Sebetulnya, kata dia, sentra songkok ada di wilayah Jawa Timur, namun beberapa pedagang dari wilayah Jawa Barat yang mengetahui produk songkok dari Kudus juga mencoba memesannya.
Setelah mengetahui kualitasnya, kata dia, ternyata lebih memilih memesan songkok dari Kudus karena selain mempertimbangkan kualitas juga harganya yang lebih murah.
“Alasan pedagang dari Jawa Barat memilih Kudus karena ketika memesan songkok dari Jawa Timur masih dibebani biaya kirim yang jauh lebih mahal dibandingkan dengan membeli songkok dari Kudus yang jaraknya lebih pendek,” ujarnya.
Harga jual songkok yang ditawarkan, kata dia, berkisar Rp50.000 hingga Rp100.000 per buah disesuaikan dengan motif dan ukuran.
Bahan baku yang digunakan, kata dia, merupakan produk impor, salah satunya kain bludru yang didalamnya dipadu dengan kain keras, sehingga lebih awet dan tidak mudah rusak ketika terkena air.
Ia berharap, mendapatkan fasilitas pinjaman permodalan dari pemerintah dengan bunga ringan untuk mengembangkan usahanya agar lebih besar lagi karena usaha yang baru digeluti sejak dua tahun lalu itu cukup prospektif.
Bantuan permodalan yang dibutuhkan, kata dia, sekitar Rp50-an juta untuk dipakai belanja bahan baku, seperti kain bludru yang merupakan produk impor.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Arbie Marwan