Jakarta, Aktual.com – Dalam melakukan penelusuran terhadap aset-aset yang dimiliki oleh obligor yakni salah satunya pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia Sjamsul Nursalim, Komisi Pemberantasan Korupsi akan mengenakan pidana korporasi dalam mengungkap kasus Surat Keterangan Lunas BLBI.

Hal itu sesuai dengan Undang-undang Pemberantasan Korupsi Pasal 20 yang mengatur pidana korporasi sebagai subyek hukum. Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia Miko Susanto Ginting mendukung upaya KPK yang akan menerapkan pidana korporasi dalam menangani perkara BLBI.

Saat ini KPK tengah mengupayakan pengembalian aset negara dalam kasus dugaan korupsi yang diduga merugikan negara Rp3,7 triliun tersebut dari tangan Sjamsul.

“Pidana korporasi bisa saja diterapkan karena sudah diatur dalam UU Tipikor dan apabila ditemukan keterlibatan korporasi dalam perbuatan pidana kasus BLBI,” kata Miko Susanto Ginting di Jakarta, Kamis (1/6).

Penerapan pidana korporasi oleh KPK juga, lanjut dia sudah sesuai dalam kasus SKL BLBI. Apalagi Mahkamah Agung sudah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana Korporasi. Artinya perangkat yang ada sudah cukup memberikan peluang bagi KPK dalam menjerat korporasi yang terlibat dalam kasus BLBI tentunya dengan melihat alur berjalannya dana (follow the money).

“Dengan strategi itu (pidana korporasi) maka KPK akan dapat melihat sejauh mana keterlibatan korporasi dalam perbuatan korupsi tersebut.”

Mulai dari penyaluran kreditnya, siapa penerimanya, digunakan untuk apa. Hal tersebut akan menjadi fokus dalam penyidikan KPK. Dengan menerapkan pidana korporasi, sambung Miko, KPK bisa mewaspadai atau mengetahui penyamaran alur dana BLBI tersebut.

Terlebih dengan melihat kasus BLBI ini juga sudah lama yakni sejak tahun 1998. Oleh karenanya KPK harus mengusut kasus ini setuntas-tuntasnya. Apalagi proses penyelidikan dan penyidikan dalam kasus BLBI juga sudah cukup lama dilakukan oleh KPK. “Siapapun yang terlibat dan jaringannya harus diusut tuntas.”

Sementara, ketika disinggung apakah dengan ditetapkan bekas kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional sebagai tersangka sebagai pintu masuk untuk mengenakan pidana korporasi dan menjerat tersangka lainnya, dengan diplomatis Miko mengatakan, hal tersebut hanya KPK yang mempunyai strategi dan mempunyai jawabannya.

Dalam penerapan pidana korporasi KPK akan mengupayakan pengembalian aset negara dalam kasus BLBI. KPK serius mengejar kerugian negara dan phak pihak yang diduga menikmati kerugian negara.

Para pelaku akan dijerat dengan dengan pidana korporasi. Yakni mereka yang ikut menikmati penyaluran dana BLBI, bukan lagi terkait penyelenggara negara, seperti mantan Kepala BPPN.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu