Aktivitas bongkar muat di pelabuhan peti kemas ekspor Impor Jakarta International Container Terminal (JICT) di Jakarta, Jumat (9/9). Dua pengelola terminal peti kemas ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok yakni Jakarta International Container Terminal (JICT) dan TPK Koja memberlakukan biaya jasa penimbangan peti kemas ekspor pada auto gate JICT-TPK Koja sebesar Rp50.000 per boks. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com – Ketua Serikat Pekerja JICT Nova Sofyan Hakim mengungkapkan, adanya penempatan paksa operator alat crane lapangan dari Pelindo II atau IPC membuat pelabuhan petikemas terbesar di Indonesia PT Jakarta International Container Terminal berhenti beroperasi.

Hal ini, lanjut dia dikarenakan IPC lewat Direktur Pembinaan Anak Perusahaan Riri Syeried Jetta memberi perintah kepada Direksi JICT agar penempatan operator RTGC IPC di JICT wajib dijalankan. Riri pun mempersilahkan pekerja yang tidak setuju kebijakannya, untuk menempuh jalur hukum.

“Pekerja JICT melihat penempatan ratusan pekerja Pelindo II sebagai operator alat RTGC di JICT terindikasi melanggar aturan dan mengganggu kondusivitas JICT. Ratusan operator RTGC IPC yang diangkat tahun 2014 dalam hitungan jam oleh Dirut IPC saat itu, RJ Lino,” ujar dia dalam keterangan persnya yang diterima, Jumat (23/12).

Dalam dokumen berita acara penempatan, kata dia, tidak ada jangka waktu perbantuan ratusan pekerja Pelindo II. Sehingga terindikasi melanggar PermenakerTrans No. 19/2012, karena Pelindo bukan perusahaan penyedia tenaga kerja.

Dikarenakan pekerja JICT tidak bisa bekerja dengan operator alat IPC yang ditempatkan secara paksa, dan menyebabkan terhentinya operasional dan produktivitas di JICT.

“Pekerja JICT menyesalkan langkah kontraproduktif dari Riri yang tidak mengedepankan upaya win-win sehingga menyebabkan kerugian bagi pelanggan.

Pekerja JICT pun menuntut agar ratusan operator Pelindo II yang ditempatkan paksa di JICT agar dapat ditarik, sehingga operasional JICT dapat berjalan lancar kembali.”

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Wisnu