Jakarta, Aktual.com — Pasca penangkapan dan penahanan mantan Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, Patrice Rio Capella, banyak pihak kembali mempertanyakan indepedensi Jaksa Agung, Muhammad Prasetyo dalam mengusut kasus dugaan korupsi dana Bansos Sumatera Utara.

Keraguan publik tercermin dari pendapat pengamat dan penggerak anti korupsi dalam suatu diskusi akhir pekan, di Jakarta (24/10). Semua meminta agar Jaksa Agung sebaiknya berasal dari kalangan profesional dan karir.

“Memang Jaksa Agung sekarang bekas jaksa, tetapi bagaimanapun juga beliau kader partai politik. Jadi saya ragukan sekarang, jangan-jangan loyalitasnya ke parpol bukan ke Presiden. Lebih baik, Jaksa Agung itu orang karir, profesional. Kebebasan sekarang bisa dihambat kalau parpol kuat mempengaruhi pimpinan. Artinya, betul-betul harus independen,” tegas Agung Chairul Imam, mantan Direktur Penyidikan di Kejaksaan Agung.

Hal senada lainnya diutarakan oleh aktivis antikorupsi dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz. Donal menegaskan bahwa kasus dana Bansos mengkonfirmasi apa yang dicemaskan selama ini tentang indepedensi Jaksa Agung yang berasal dari partai politik. ICW mengkhawatirkan telah terjadi “loyalitas ganda”.

“Kejadian akhir-akhir ini mengkonfirmasi apa yang kita kritisi. Jaksa Agung dan Menkumham. Adanya pertemuan di Partai Nasdem terkait kasus Bansos, tentu ada relasi antara Patrice Rio Capella (PRC) dan Jaksa Agung sebagai kader partai. Dalam kondisi ini, muncul apa yang kita sebut loyalitas ganda,” tegasnya.

Menurut Donal, politisasi kasus bansos juga terlihat dari cara penanganan yang ditunjukkan oleh pihak Kejagung, ketika penyelidikan yang seharusnya merupakan kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumut di ambil alih oleh Kejagung. Ia juga mensinyalir adanya aktor intelektual selain Rio, dikarenakan KPK menawarkan justice collabolator.

“Aneh jika bansos ini kan wewenangnya Kejati Sumut. Kok ini Kejagung yang turun ? Untuk kasus Rio, KPK menawarkan justice collaborator, ini kode sebenarnya. Berarti ada intelektual yang lebih tinggi selain Patrice. Ngapain KPK nawarin JC kalau berhenti di Rio saja. Bisa jadi Rio orang yang melakukan, tetapi ada juga orang yang menyuruh Rio,” ujarnya lebih lanjut.

Di kesempatan yang sama, Tjipta Lesmana juga mempertanyakan motif dibalik penyelidikan kasus Bansos yang terkesan bernuansa politis. Oleh sebab itu, dia menyarankan agar Jaksa Agung segera diganti karena dikuatirkan akan memperburuk situasi penegakan hukum yang diinginkan oleh pemerintah Jokowi.

“Sebelum pertemuan di markas Nasdem, ada pertemuan di hotel Mulia juga. Ini menurut Rio, dia kaget ada petinggi Sumut. Pertanyaan, apakah Rio memberitahukan ke Surya Paloh ? Ini logika hukum. Kalau kasusnya bernuasa politik, biarlah KPK yang tangani. Kasus ini jelas bernuansa politik, jelas sekali. Saya pernah bilang ke pak Jokowi, janganlah orang parpol di Kejagung,” bebernya.

Kasus bansos yang melibatkan Gubernur Sumut nonaktif, Gatot Pujo Nugroho dan Ri omenyingkap tabir lain bahwa adannya dugaan institusi hukum digunakan untuk memuluskan keinginan. Entah siapa yang memulai, namun bola panas bergulir terus dan semakin liar. Jokowi sebagai kepala pemerintahan diharapkan mampu mengambil inisiatif dan mengevaluasi kinerja dari Jaksa Agung yang dianggap memberikan keraguan terhadap komitmen pemberantasan korupsi dari pemerintah.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan