Jakarta, Aktual.com – Alotnya pembahasan RAPBN 2016 memasuki hari-hari menegangkan. Fraksi-fraksi yang tergabung di Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) diprediksi bisa kembali berhadap-hadapan.
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, kemungkinan itu bisa saja terjadi. Bila kompromi antara kedua koalisi itu terkait isu penting di RAPBN, seperti suntikan Penyertaan Modal Negara (PMN) ke BUMN, tidak tercapai hingga 30 Oktober.
“Kalau terjadi ‘deadlock’ sampai tanggal 30 Oktober, tidak ada pilihan kecuali voting,” ujar dia, di Jakarta, Kamis (29/10).
Andai voting pengesahan RAPBN berjalan lancar dan mayoritas menyetujui, maka tidak akan muncul masalah dan RUU akan disahkan jadi UU. Tapi, andai mayoritas menolak, barulah masalah muncul lantaran pengesahan RAPBN gagal.
Jika itu terjadi, mau tidak mau Presiden Joko Widodo tahun 2016 nanti gunakan APBN tahun 2015.
Menurut Yusril, akan sangat berat bagi Jokowi jika itu terjadi. Dimana Jokowi harus jalankan roda pemerintahan 2016 memakai APBN 2015. Sebab asumsi yang mendasari penyusunan APBN tahun lalu sudah jauh berbeda dengan tahun berjalan
Pertanyaan pun dimunculkan Yusril. “Akankah Jokowi mengambil langkah revolusioner seperti Bung Karno tahun 1960: membubarkan DPR hasil Pemilu karena menolak mensahkan RAPBN?”
Atau, kata Yusril, Jokowi menempuh cara lain mengatasi tahun yang sulit jika menggunakan APBN tahun lalu?
Yusril menutup prediksinya dengan mengatakan, “Kita tunggu saja perkembangan selanjutnya.”
Dilansir dari akun twitter Yusril beberapa menit lalu, ada yang bertanya, apakah jika Jokowi memilih langkah seperti Bung Karno maka itu konstitusional? Yusril menjawab, “Kalau tindakan revolusioner konstitusionalitasnya tergantung hasilnya: bisa bertahan dan keputusannya didukung rakyat atau tidak.”
Cuitan Yusril belum berhenti. Ada lagi yang bertanya, “Opo wani?”, Yusril mencuit pendek,”Yo Ra Wani He he.”
Artikel ini ditulis oleh: