Dua orang terlihat di lantai Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (31/7/2015). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan hari terakhir pekan ini ditutup berhasil tembus 4.800 didukung ramainya transaksi. IHSG melesat 90,04 poin atau 1,91% ke level 4.802,53. AKTUAL/TINO OKTAVIANO 

Jakarta, Aktual.com — Saham tidur yang dimiliki emiten-emiten yang nyaris tak ada aksi korporasi tak akan lagi didiamkan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI). Pihak Bursa meminta emiten tersebut agar secepatnya melakukan aksi korporasi.

“Jika setelah kami kaji saham tersebut masih juga menjadi saham tidur, maka emitennya berpotensi kami untuk didelisting (dikeluarkan dari status sebagai perusahaan terbuka),” papar Direktur BEI, Hamdi Hassyarbaini di Jakarta, Selasa (16/2).

Saat ini, di BEI sendiri tengah mengkaji keberadaan saham tidur tersebut. Pihaknya masih membahas secara mendalam terkait dampak dari adanya saham tidur ini. Namun pembahasan di bursa sendiri belum menjadi prioritas untuk isu tersebut.

“Bursa masih membahas terkait saham tidur itu. Tapi belum jadi prioritas. Prioritas kami masih dua, terkait masalah buyback saham BEI di AB dan soal fraksi harga,” papar dia.

Ditanya apakah saham tidur ini sudah dilaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Hamdi menyebutkan, semua masih dalam pembahasan di BEI. “Belum kita bawa ke OJK. Saat ini masih dalam pembahasan pihak Bursa,” sebutnya.

Hamdi meminta pihak emiten untuk aksi korporasi dan diumumkan ke publik. Dengan aksi korporasi itu, maka publik akan tertarik untuk membeli sahamnya.

“Jadi mereka harus melakukan aksi korporasi dan yang pasti harus diketahui publik agar sahamnya bisa diperdagangkan lagi,” cetus dia.

BEI sendiri belum bisa memastikan kapan batas akhir emiten tersebut harus melakukan aksi korporasi. Karena pihaknya masih salam pembahasan.

“Kami harapkan begitu (ada aksi korporasi). Karena secara aturan mungkin saja akan kami lakukan delisting,” tegas dia.

Kabarnya, ada sekitar 50-an saham tidur yang sudah cukup lama nilai sahamnya tidak bergerak. Hal ini terjadi karena pihak emiten sendiri tidak melakukan aksi korporasi. Jika hal ini didiamkan maka investor yang ada dananya di situ bisa mengalami kerugian.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka