Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), Arie Gumilar saat sambutan dalam webinar yang bertajuk 'Tuntaskan Masalah Blok Rokan sebelum Diserahkan ke Pertamina' yang diselenggarakan oleh FSPPB bekerjasama dengan media partner Aktual.com, Sabtu (12/6).
Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), Arie Gumilar saat sambutan dalam webinar yang bertajuk 'Tuntaskan Masalah Blok Rokan sebelum Diserahkan ke Pertamina' yang diselenggarakan oleh FSPPB bekerjasama dengan media partner Aktual.com, Sabtu (12/6).

Jakarta, Aktual.com – Sudah lebih dari hampir 10 dekade Blok Rokan dikelola oleh perusahaan asal Amerika, yaitu PT Chevron dan sudah lebih dari 11 miliar barel minyak mentah yang dikeluarkan dari perut bumi di Riau. Sampai pada akhirnya, tanggal 31 Juli 2018, pemerintah menetapkan pengelolaan Blok Rokan pasca terminasi 9 Agustus 2021 akan dikelola oleh PT Pertamina.

Saat itu, produksi Blok Rokan masih 209 ribu barel per hari. Namun pasca ditetapkan pengelolaan Blok Rokan kepada Pertamina, produksi Blok Rokan itu terus menurun. Proses transisi alih kelola itu pun tidak berjalan mulus, dimana PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) tidak lagi mau berinvestasi.

“Proses transisi juga tidak berjalan dengan mulus, dimana Pertamina tidak diizinkan masuk untuk bisa mengakses, baik data-data produksi, operasi, bahkan data-data pekerja. Hal ini menyebabkan Pertamina juga tidak bisa membantu untuk mempertahankan produksi Blok Rokan yang menunjang produksi nasional,” kata Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), Arie Gumilar dalam webinar yang digelar FSPPB bekerjasama dengan Aktual.com sebagai media partner pada Sabtu (12/6) lalu.

Arie mengungkapkan, pernah muncul opsi agar Pertamina bisa mengakuisisi atau mengambil alih PT CPI di dua tahun terakhir. Namun, PT CPI ingin keluar dari Indonesia dengan status Clean Exit, sehingga bukan hanya data-data operasi dan data pekerja yang hari ini diserahkan kepada Pertamina, termasuk data liabilitasnya.

“Di mana, kita tahu bahwa di Blok Rokan masih menyisakan permasalahan limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3) terkait dengan tanah terkontaminasi minyak (TTM), yang itu jumlahnya sangat signifikan bahkan kalau dikonversikan dengan jumlah uang itu bisa mencapai lebih dari 1,7 miliar USD,” ungkapnya.

Sehingga, apabila hal tersebut tidak diselesaikan sebelum proses alih kelola dilaksanakan, lanjut Arie, maka beban TTM, limbah B3 yang mencemari lingkungan dan yang membahayakan masyarakat akan menjadi beban buat Pertamina dan juga pemerintah.

“Bahkan yang lebih berbahaya lagi kalau ini tidak diselesaikan maka masyarakat Riau khususnya daerah-daerah yang terdampak oleh adanya TTM ini menjadi berbahaya bagi kehidupan mereka,” tuturnya.

Artikel ini ditulis oleh:

A. Hilmi