Jakarta, Aktual.com – Sejarahwan JJ Rizal membuat tulisan pendek namun ‘tajam’ di status akun facebook-nya, Rabu (13/1). Isinya, menanggapi kekerasan di peristiwa penggusuran puluhan rumah warga di Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (12/1) lalu. Aktual.com melansir tulisan pendiri Komunitas Bambu itu.
Rizal memulai tulisan dengan sebuah kalimat tanya, “Ke mana bis-bis polisi itu akan pergi?”
Pertanyaan yang ditujukan kepada kawannya, dan mendapat jawaban singkat, “Kampung Bukit Duri.”
Polisi-polisi itu, tulis Rizal, akan bergabung dengan Satpol PP dan TNI untuk jalankan perintah Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Menggusur 92 rumah warga di Bukit Duri.
Sejumlah besar kekuatan itu digelar, meskipun sebagian besar warga sejumlah 80 pemilik rumah, sudah pindah dengan lebih dulu membongkar sendiri rumahnya masing-masing.
“Bukan sukarela, tetapi takut,” tulis Rizal.
Warga, tulis dia, takut akan mengalami nasib diusir dengan kekerasan sebagaimana sebelumnya (dialami-red) orang Kampung Pulo.
Kata Rizal, “Cara menyebar rasa ketakutan di kampung-kampung yang dituduh mencuri tanah negara ini menjadi penting. Sebab inilah salah satu kunci untuk memudahkan perintah gubernur dapat dilaksanakan.”
Gubernur Ahok, kata dia, telah memerintahkan dan tidak ingin gagal. Di sini, Rizal menemukan kesamaan antara cara Ahok dengan Sultan Agung. Yakni dengan hanya melihat satu cara untuk menaklukkan wilayah, yaitu kekerasan.
Menariknya, menurut Rizal, ketakutan bukan hanya milik warga yang digusur saja. Tapi juga dimiliki oleh para aparat yang bertugas menggusur. “Sebab bila pulang tanpa hasil diancam-sekali lagi seperti Sultan Agung-jangan harap dapat kenaikan jabatan. Melainkan hanya nasib buruk yang menanti,” ujar dia.
Karena ketakutan-ketakutan itulah, kata Rizal, tak ayal di Bukit Duri pasukan gabungan pasang sikap tanpa kompromi tinggi-tinggi. Siapa pun yang dianggap menghalangi keberhasilan mereka akan dilibas. Sampai-sampai, proses gugatan hukum warga Bukit Duri yang sedang berjalan di PTUN pun ‘dipersetankan’. “Pengadilan nomor dua. Pertama adalah gusur,” sindir Rizal.
Sambung dia, dengan penuh keyakinan warga dipukuli. Satpol PP, polisi bahkan camat setempat pun mengeroyok seraya memukuli Alldo Fellix, seorang pengacara publik dari LBH Jakarta yang mendampingi warga.
“Alldo bonyok dan luka-luka di wajah serta kepala karena mengingatkan bahwa seharusnya proses hukum yang sedang berjalan di PTUN dihormati,” ujar Rizal.
Rizal menutup tulisan pendeknya dengan paragraf terakhir bernada getir.
Kata dia, siapapun ingin Jakarta menjadi kota yang rapi, bersih enak sedap dipandang. Tetapi apalah artinya jika tidak menghargai kemanusiaan. “Sebab caranya harus dengan menghina orang miskin sebagai maling tanah negara, bahkan memukuli mereka dan pengacara publik yang sedang bertugas mendampingi mereka di pengadilan.”
Artikel ini ditulis oleh: