Jakarta, Aktual.com – Sejarawan JJ Rizal heran polemik reklamasi Teluk Jakarta dilokasir pada perdebatan materiil semata berupa kontribusi tambahan.
“Semua diselesaikan dengan hitungan, otak sempoa, otak kalkulator. Kenapa yang diributkan 5 persen, 15 persen? Gila. Kemanusiaan, kebudayaan, diperjualbelikan dengan 5 persen dan 15 persen,” kritik dia, dalam sebuah diskusi beberapa hari lalu di Jakarta.
Menurut Rizal, Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) melanggar prinsip kota dengan kebijakan megaproyek reklamasi Teluk Jakarta.
Beberapa prinsip kota yang dilanggar Ahok seperti prinsip hukum dan ekologi. Sebab, reklamasi yang dilakukan menabrak kaidah hukum serta tanpa mengindahkan kaidah lingkungan.
“Ahok justru memberikan fasilitas, kemudahan para pengusahanya dan memperlihatkan sikap ‘barbar’ (pengusaha) terhadap lingkungan,” ujar dia.
Prinsip ideologi sosial pun demikian, lantaran kebijakan itu semakin memperlebar jarak antara si kaya dan miskin di Jakarta. Pasalnya, nelayan yang menjadikan pesisir ibukota sebagai ‘sawahnya’ justru diusir. “Pulau ini selalu dijelaskan peruntukannya untuk orang kaya. Yang miskin cuma jadi jongos sama pembokat (pembantu, red) dari Bekasi dan Jakarta,” cibirnya.
Alumnus Universitas Indonesia (UI) itu melanjutkan, prinsip budaya juga dilanggaar Ahok, termasuk melanggar kebijakan poros maritim. Ini tercermin dari Pulau Onrust, bengkel kapal di era kolonial Belanda, berpotensi hilang akibat perubahan arus menyusul hadirnya pulau palsu tersebut.
“Sementara, Jakarta pemerintahnya sedang berusaha setengah mampus untuk dapat anugrah world heritage dari Unesco. Bahkan, bininya sama adiknya (Ahok) diutus. Tapi, kan aneh. Mau kejar heritage kota tua, tapi situs-situs terkait direklamasi, otomatis hancur,” kritiknya.
Cita-cita reformasi, bebas KKN, ternyata juga belum terwujud dari kebijakan tersebut, mengingat terkuaknya kasus dugaan suap pengesahan dua raperda terkait reklamasi beberapa waktu lalu. Prinsip Nawacita turut diacuhkan, karena masih memunggungi lautan.
“Menurut saya, Pak Jokowi juga khianati janjinya yang tertuang dalam Nawacita,” tegas Rizal, karena mengambil alih megaproyek reklamasi Teluk Jakarta dan mendukung pembangunan tanggul laut (giant sea wall/GSW). “Semua ditabrak. Lebih mengkhawatirkan lagi, dijadikan keset, enggak penting,” lanjut pendiri Komunitas Bambu ini.
Artikel ini ditulis oleh: