Jakarta, Aktual.com – Sejarahwan JJ Rizal mempertanyakan keberadaan audit atas pemakaian air tanah yang disedot gedung-gedung di Jakarta.
Padahal, diingatkan Rizal, saat masih memimpin Jakarta Joko Widodo sempat masuk gorong-gorong dan janji akan lakukan audit ruang resapan air, biopori dan pemakaian air tanah.
“Tapi sampai sekarang mana? Tidak permah tuh dilakukan audit pemakaian air tanah di gedung-gedung raksasa itu,” ucap pendiri Komunitas Bambu itu saat berbicang dengan Aktual.com, di Depok, beberapa hari lalu.
Ujar dia, patut diduga kuat gedung-gedung dengan konstruksi raksasa menyedot air tanah secara massif. Sedangkan penggunaan air tanah secara massif itulah yang jadi penyebab turunnya permukaan air tanah dan memperparah banjir di Jakarta. “Tanah di Jakarta terus merosot 15-29 cm per tahun, gila kan?” ujar dia.
Sambung Rizal, persoalan banjir di Jakarta harus dilihat secara menyeluruh dan jangan malah dipersempit dari urusan yang sebenarnya. “Tiba-tiba mata kita disempitkan hanya melihat persoalan banjir kepada Kampung Pulo. Padahal dari 44 kecamatan di Jakarta 37 itu rawan tergenang dan rawan banjir. Kok cuma Kampung Pulo?” kata Rizal.
Dia pun sanksi proyek reklamasi dan betonisasi Sungai Ciliwung dibuat sebagai jalan keluar atasi banjir Jakarta. Kedua proyek itu justru dianggapnya tidak tepat. Bahkan dia punya analogi keberadaan dua proyek itu seperti ‘gatel di mana tapi garuknya di mana’.
“Jadi, ada pemaksaan cara berpikir karena konsep pemikiran pemerintah DKI yang sangat korporasi (perusahaan),” ucap dia.
Sementara itu, dari sebuah penelitian yang dilakukan Abidin di 2011, disebutkan ada empat penyebab penurunan tanah. Pertama penggunaan air tanah yang berlebihan, beban bangunan dan infrastruktur yang berlebih, penurunan alamiah karena konsolidasi tanah aluvial dab faktor tektonik. Faktor penggunaan air tanah menjadi faktor yang paling dominan jadi penyebab turunnya permukaan tanah atau disebut ‘land subsidence’.
Dari hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) disebutkan kenaikan permukaan air laut di Teluk Jakarta adalah 7,3mm/tahun. Namun penurunan permukaan tanah mencapai rata-rata 15 cm/tahun. Hasil-hasil penelitian itu sudah tentu harusnya dipertimbangkan Pemprov DKI terkait proyek reklamasi yang disebut untuk melindungi Jakarta dari terjangan air dari laut. Sedangkan kondisi yang sebenarnya adalah ancaman bukan dari laut, melainkan dari darat sendiri.
Artikel ini ditulis oleh: