Jakarta, Aktual.com – Direktur Eksekutif Vox Populi Center Pangi Syarwi Chaniago menyatakan peta kekuatan ketiga pasangan calon yang akan bertarung di Pilkada DKI Jakarta menarik untuk dicermati. Terlebih ke depan diperkirakan petanya akan terus berubah.
Hal itu tidak lepas dari konflik internal masing-masing koalisi pendukung pasangan calon. Terutama pada koalisi pendukung paslon Basuki Tjahaja Purnama – Djarot Saiful Hidayat dan paslon Anies Baswedan – Sandiaga Uno.
“Pertanyaan yang mengelitik itu adalah siapa beking dan pemilik modal di belakang pasangan Anies-Sandi?,” kata Pangi saat dihubungi, Rabu (28/9).
Disampaikan, informasi yang berkembang dibelakang pasangan Anies-Sandi terdapat nama JK sebagai begawan yang ikut turun gunung. Jika benar demikian, tentu turunnya JK mempunyai maksud dan kepentingan tertentu.
Pertanyaan selanjutnya yang menarik, lanjut dia, yakni posisi JK sebenarnya dalam mendukung pasangan Anies – Sandi. Sebab Ketum DPP Gerindra belum tentu all out mendukung finansial Anies – Sandi. Pada posisi ini, pangi menduga JK lebih condong kepada sosok Anies dibandingkan Prabowo.
“Barangkali itu menjadi alasan menggapa Sandi sebagai anak ideologis Prabowo hanya mendapat posisi nomor dua (cawagub). Itu artinya Prabowo enggak modalin habis pasangan Anies-Sandi. Kalkulasinya mungkin saja Prabowo 40 persen sedangkan JK 60 persen,” bebernya.
Di sisi lain, peta pertarungan elektoral pada Pilkada DKI Jakarta menurutnya juga menarik untuk dicermati. Katakanlah pasangan Anies – Sandi dibelakangnya terdapat nama JK dan Prabowo, kemudian pasangan Ahok-Djarot dibelakangnya ada Mega dan Jokowi, begitu halnya pasangan Agus – Sylvi yang dibelakangnya ada nama SBY.
Khusus untuk dukungan pada pasangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) – Djarot Saiful Hidayat, Pangi memperkirakan partai koalisi pendukungnya akan pecah. Ia memberikan penjelasannya terkait perkiraannya tersebut.
Pertama terkait dukungan yang diberikan JK kepada Anies bukannya ke Ahok. Padahal, JK merupakan politisi senior Golkar.
“Kedua, platform PDIP dan Golkar secara ideologis juga berseberangan. Sisa KMP dan KIH masih kental,” jelas Pangi.
Penjelasan ketiga, secara simbolik Golkar kecewa setelah Megawati memasangkan jaket merah ke Ahok. Simbolisasi itu seakan memberikan pesan bahwa PDIP merupakan pengusung utama Ahok-Djarot, sementara Golkar, Nasdem dan Hanura hanya tim hore dalam rangka meramaikan kontestasi.
Keempat, secara finansial dan amunisi politik, Golkar belum tentu mendepatkan logistik sebagaimana PDIP mendapatkan logistik yang yang besar dari Ahok dan pemilik modal. Dan, terakhir adalah bergesernya ketua tim sukses Ahok-Djarot dari golkar (Nusron Wahid) ke PDIP.
“Pergeseran itu jelas untuk melemahkan loyalitas Golkar. Saya kira, kader grassroot Golkar memainkan politik loyalitas ganda mungkin saja terjadi. Poinnya, Golkar bisa jadi enggak akan all out mendukung Ahok karena indikator dan faktor utama tersebut,” demikian Pangi.
Soemitro
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby