Karena merasa puas dengan pelayanan yang diberikan, Salya lalu memanggil pelayan yang kebetulan ada di tempat itu. Dengan lugu dan polos Salya mengatakan kepada pelayan itu:

“Aku ingin memberi hadiah kepadamu dan kepada siapa saja yang telah menyambutku dan pasukanku dengan penuh cinta dan perhatian. Sampaikan kepada Putra Kunti, aku sangat berterima kasih atas penyambutan ini”.

Duryodhono yang sedang menunggu kesempatan yang baik, segera menemui Prabu Salya. Di hadapan Prabu Salya, Duryodhono mengatakan bahwa ia merasa sangat terhormat menyambut dan melayani Prabu Salya dan bala tentaranya. Keramahan dan kebaikan Duryodhono sangat mengesankan. Salya tidak menaruh curiga pada akal bulus di balik kebaikan dan keramahan itu.

Larut, terbuai dan terhipnotis dengan sambutan yang luar biasa itu, Salya lalu berkata:

“Betapa luhur dan mulia hatimu. Bagaimana aku bisa membalas semua kebaikanmu ini”. Duryodhono lalu mengatakan kepada Salya, “sebaiknya kau dan bala tentaramu bertempur di pihak kami, Kurawa. Itulah yang kuharapkan sebagai balas budimu atas kebaikanku kepadamu”.

Prabu Salya terkejut, dan akhirnya menyadari jika dirinya telah dijebak. Namun sebagai kesatria, Salya tak akan mengingkari janjinya yang telah diucapkannya.

Salya secara terpaksa berada di pihak Kurawa, sebagai balas budi atas kebaikan Duryodhono. Sekalipun demikian, isi hatinya Prabu Salya tidak bisa dibohongi. Kepada ponakannya Nakula dan Sadewa, dia menyampaikan akan mendoakan kemenangan bagi pihak Pandawa.

JK dan Eric Thohir Disandera

Kisah Prabu Salya dijebak oleh pihak Kurawa di atas mengingatkan kita pada perang siasat menjelang Pilpres 2019. Siasat yang licik dan culas model Kurawa kembali dipraktekan untuk menjebak setiap figur yang berpotensi berseberangan dengan pihak penguasa.

Bahkan adu domba antar umat beragama maupun inter umat beragama kembali dipraktekan.

Siasat “kampungan” yang membenturkan antara sahabat juga diperagakan. Demikian juga adu domba antara saudara kembali dipertontonkan. Politik devide et impera yang dipakai di zaman kolonial, kembali dipakai oleh pihak penguasa.

Siasat menjebak dan menyandera kawan dan lawan juga dipraktekan.

Jusuf Kalla misalnya sejak awal mengatakan di sejumlah media massa untuk tidak terlibat di dalam tim sukses di kedua kubu, ingin netral saja. Namun, dengan dibongkarnya kurupsi di PLN, diduga menjebak dan menyandera JK untuk terpaksa ikut bergabung di dalam tim kampanye nasional. Demikian juga nasib Erick Thohir, sahabat karib Sandiaga Uno.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby