Jakarta, Aktual.com – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Jakarta Monitoring Network (JMN) menilai kerumunan dalam acara yang dibuat oleh pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS) di Petamburan, Jakarta Pusat, berada di luar kendali Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Karena itu, kata Direktur Eksekutif JMN Ahmad Sulhy dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (17/11), pemanggilan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan oleh Polda Metro Jaya untuk mengklarifikasi dugaan tindak pidana UU Kekarantinaan Kesehatan dalam kejadian itu, tidak bisa memposisikan Anies serta-merta salah.
“Sebab, sebelum acara maulid dan nikahan putri HRS digelar, upaya-upaya pencegahan sebenarnya sudah dilakukan oleh Anies dan jajarannya,” kata Sulhy.
Upaya-upaya pencegahan tersebut, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Pemprov DKI sebagaimana diatur dalam Pergub Nomor 79 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan serta Pergub Nomor 80 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi.
Salah satu buktinya, kata Sulhy, Pemprov DKI melayangkan surat peringatan dan imbauan agar tuan rumah menerapkan protokol kesehatan yang ditujukan langsung kepada Rizieq dan ketua panitia acara pernikahan putri pimpinan FPI itu.
“Jadi, selain berkirim surat resmi, pada saat Pak Anies berkunjung menemui HRS di kediamannya secara lisan juga menyampaikan agar menerapkan protokol kesehatan,” ujar Sulhy.
Bahkan, ujar Sulhy, Anies juga langsung melaksanakan perintah dalam menegakkan protokol kesehatan, dengan memberikan sanksi administrasi berupa denda maksimal Rp50 juta kepada keluarga Rizieq yang ternyata tak bisa mencegah banyaknya massa yang hadir.
“Penegakan terpaksa dilakukan setelahnya karena dinilai perhelatan pernikahan putri HRS tersebut melanggar aturan PSBB Jakarta, dibuktikan oleh Surat Pemberian Sanksi dari Satpol PP dibawah koordinasi Gub Anies tentunya dan pihak HRS telah membayar denda sebagai sanksi pelanggaran PSBB sebesar Rp50 juta,” ucap Sulhy.
Karena itu, Sulhy mengajak semua pihak agar melihat insiden ini secara jernih dan terpenting harus menjadi pelajaran bersama.
“Mari, ini kita jadikan pelajaran yang berharga buat kita semua sesama anak bangsa. Aturan yang sudah ditegakkan tersebut sebaiknya jangan dibesar-besarkan, tetapi marilah sesama institusi serta masyarakat saling koordinasi, saling ingatkan dan bersama melawan COVID-19 secara komprehensif,” tutur Sulhy.
Menurut Sulhy, masih banyak pekerjaan rumah (PR) bangsa yang perlu dikerjakan bersama, termasuk menghadapi pandemi COVID-19 hingga membangkitkan perekonomian rakyat agar Indonesia terhindar dari resesi.
“Saya kira, ini bagian yang terpenting. Dalam hal ini saya berharap Presiden juga perlu segera mengambil langkah-langkah bijaksana untuk menetralisir keadaan untuk kekompakan para pemimpin,” ungkap Sulhy.
Tentu, kata dia, sangat disayangkan terjadinya kerumunan massa yang luar biasa sejak penjemputan HRS di Bandara, HRS ke Megamendung Bogor hingga acara maulid dan pernikahan putrinya.
Selain itu, Sulhy lantas juga menyinggung soal kerumunan massa di sejumlah daerah, yang diantaranya dipicu oleh Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 dan demo UU Cipta Kerja.
Hal itu karena, katanya, massa yang ditimbulkan Pilkada dan gelombang demo selama ini juga memicu kerumunan yang sama-sama berisiko menjadi klaster penularan COVID-19.
“Makanya, orang-orang juga kemudian mempertanyakan, bagaimana terkait itu semua tindakannya,” kata Sulhy. (Antara)
Artikel ini ditulis oleh:
As'ad Syamsul Abidin