*DPR Minta Reformasi Regulasi*
Di Senayan, Komisi IV DPR mendesak reformasi sistemik. Revisi UU Perikanan, UU Kelautan, dan UU Pangan menjadi salah satu opsi agar aspek keamanan pangan berbasis risiko—termasuk kontaminasi radioaktif—masuk dalam regulasi.
Johan menegaskan, penguatan kapasitas laboratorium uji mutu di pelabuhan utama harus dipercepat. “Banyak lab kita bahkan belum punya alat deteksi radiasi. Bagaimana mau bersaing di pasar global?” katanya.
Selain itu, DPR mendorong alokasi anggaran lebih besar untuk program keamanan pangan laut. Selama ini, porsi anggaran sektor ini masih jauh dari kebutuhan lapangan.
Untuk diketahui, lanjut Johan, krisis Cs-137 juga menghantam nelayan dan pembudidaya kecil, yang selama ini menyumbang lebih dari 90 persen produksi perikanan tangkap nasional. Setiap kali harga jatuh atau permintaan anjlok, mereka yang paling dulu merasakan dampaknya—meski bukan pelaku utama masalah.
Ironisnya, perlindungan untuk nelayan kecil masih minim. Akses ke pembiayaan, asuransi, alat tangkap ramah lingkungan, hingga rantai dingin sangat terbatas. Johan menilai negara wajib memberi kompensasi, misalnya lewat jaminan harga dasar atau insentif khusus, agar nelayan tidak menanggung kerugian sendirian.
“Nelayan harus dilibatkan dalam program pengawasan mutu. Mereka bukan objek, melainkan subjek penting dalam menjaga kualitas laut,” ujarnya.
Untuk memulihkan kepercayaan, sejumlah langkah strategis mendesak dilakukan, antara lain, audit menyeluruh terhadap pabrik pengolahan dan jalur ekspor; penguatan laboratorium uji mutu berstandar internasional; moratorium sementara ekspor dari wilayah bermasalah; serta edukasi luas kepada nelayan dan masyarakat soal keamanan pangan.
Hari Pangan Sedunia tahun ini, tegas Johan, seharusnya jadi momentum revolusi biru: menjadikan laut bukan hanya sumber produksi, tetapi pilar ketahanan pangan berbasis keberlanjutan, keadilan, dan keamanan.
“UUD 1945 sudah jelas, negara wajib menjamin pangan yang cukup, aman, dan bergizi. Kasus Cs-137 ini pengingat bahwa amanah konstitusi tidak boleh diabaikan,” katanya.
Karena dari laut ke meja makan, yang dipertaruhkan bukan sekadar ekspor, melainkan masa depan bangsa.
















