Presiden Joko Widodo - APBN 2016 dan RAPBN 2017. (ilustrasi/aktual.com)
Presiden Joko Widodo - APBN 2016 dan RAPBN 2017. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan masih ada orang Indonesia yang menyimpan dananya di rumah, bukan lagi di bank atau lembaga jasa keuangan lainnya.

Bahkan menurut Jokowi, dana yang disimpan di rumah itu nilainya sangat tinggi mencapai Rp1 triliun. Hal ini ketahuan setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty).

“Saya mendapatkan informasi yang menyimpan (uang) di bawah kasur itu lebih Rp1 triliun itu ada. Saya nggak tahu kasurnya itu sebesar apa ya?” tegas Jokowi saat membuka acara Ayo Menabung di JCC, Jakarta, Senin (31/10).

Kebiasaan menyimpan uang di rumah ini, kata Presiden, selaras dengan fakta masih rendahnya angka tingkat kepemilikan rekening di lembaga keuangan.

“Saat ini, baru ada 19 persen dari total penduduk Indonesia yang berusia di atas 15 tahun yang memiliki rekening tabungan di bank,” ucap Jokowi.

Untuk itu, pemerintah dan otoritas industri jasa keuanagn harus menggerakan ayo menabubg ke semua masyarakat. Karena potenai masyarakat Indonesia masih sangat besar.

“Sehingga menabung harus menjadi budaya kita. Dan potensinya masih besar. Untuk tabungan kelompok pelajar sebesar 44 juta siswa dan kelompok mahasiswa dan pemuda bisa sebanyak 55 juta orang,” jelas Jokowi.

Makanya, gerakan ini harus terus dikumandangkan. “Agar semua masuk ke tabungan. Entah itu menabung di bank, reksa dana, saham atau emas, dan itu harus menjadi budaya kita,” tegas dia.

“Jadi tanggapan saya yang paling penting adalah bagaimana sektor perbankan harus ikut aktif mendatangi mahasiswa dan pelajar agar mau menabung dalam bentuk apa pun,” imbuh Jokowi.

Dia berharap jangan lagi ada banyak dana yang masih disimpan di rumah. Sehingga tidak bisa digulirkan untuk menopang pembangunan nasional.

“Kalau tak ada tax amnesty, kita enggak tahu ada yang simpan di bawah bantal, di bawah kasur. Tapi setelah kita lakukan tax amnesty, kita tahu ternyata masih banyak masyarakat yang simpan uang di rumah,” pungkas Jokowi.

Sejauh ini, berdasar data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), angka rasio savings to GDP Indonesia baru mencapai 31% itu masih lebih rendah dibandingkan dengan Singapura yang sebesar 49%, Philipina sebesar 46%, serta China 49%.

Selain itu, budaya menabung juga masih rendah yang ditunjukkan dengan menurunnya tingkat Marginal Propensity to Save (MPS/keinginan untuk menabung) meskipun GDP per kapitanya naik.

Menurut data Bank Dunia 2014, MPS masyarakat Indonesia hanya sebesar 36,1% atau lebih rendah dibanding dengan negara ASEAN lain seperti Thailand, Malaysia dan Singapura.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan