Kekhawatiran Presiden Joko Widodo terhadap dunia investasi tidak bisa dibendung, hingga pada sidang kabinet tercetus kecemasannya melihat gejala yang menghambat investasi oleh regulasi yang dikeluarkan ditingkat kementerian. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Kemerdekaan yang tengah dirayakan negara Indonesia saat ini harus menjadi refleksi kebijakan pemerintah saat ini, terutaama dengan sikap pemerintah yang membuka peran asing di Indonesia seperti dari International Monatery Fund (IMF).

Kendati sudah tak memiliki utang lagi dari IMF, Indonesia masih minta advice ke mereka. Bahkan pertemuan tahun depan sebagai pertemuan tahunan Bank Dunia (WB)-IMF di Bali, pemerintah Indonesia mau-maunya menggelontorkan anggaran cukup besar hingga Rp1 triliun uang APBN.

“Makanya, di hari perayaan kemerdekaan ini bagus juga kalau kita merenungkan jatuh bangunnya Presiden Suharto yang berkuasa selama 32 tahun itu,” ujar analis ekonomi politik, Abdulrachim Kresno, kepada Aktual.com, Jumat (18/8).

Menurutnya, tulisan dari Prof Steve Hanke dari Universitas John Hopkins AS yang menjadi konsultan untuk mengatasi krisis finansial setelah Suharto merasa resep IMF itu tidak efektif.

“Makanya saat itu diusulkan agar dibentuk Dewan Pengurus Mata Uang ( Currency Board Syztdm/CBS ) yang kembali mem-peg (mengikat nilai kurs dollar-rupiah secara tetap. Jadi bukan kurs yang diambangkan),” kata dia.

Tapi konsepnya itu diserang habis-habisan oleh Presiden Bill Cilnton melalui birokrasinya, IMF pun mengancaman akan menangguhkan pinjaman US$ 43 miliar dan menggunakan Wall Street Journal.

“Jadi yang menjatuhkan Soeharto adalah konspirasi dari tiga pihak tersebut. Tentu saja semua dimulai dari kesalahan para menteri ekonomi yang mengundang IMF untuk campur tangan di Indonesia yg akhirnya makin memperburuk ekonomi kita,” cetusnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby