Ketua Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti (kiri), Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang (tengah), dan Peneliti Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Indonesia (PSIK-Indonesia) Arif Susanto menjadi pembicara diskusi di Jakarta, Selasa (3/1). Diskusi itu mengangkat tema Hati-Hati: Politik Dinasti Rawan Korupsi. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/kye/17

Jakarta, Aktual.com – Pengamat politik Ray Rangkuti, mendesak konsistensi Presiden Joko Widodo, terkait posisi Airlangga Hartarto di dalam kabinet Kerja. Menteri Perindustrian itu diketahui terpilih sebagai Ketua Umum Partai Golkar pada beberapa waktu lalu.

Desakan ini dilontarkannya untuk mengingatkan Jokowi terhadap komitmennya untuk menolak rangkap jabatan dalam Kabinet Kerja.

“Nah jadi sebetulnya bukan Airlangga ya, tapi lebih ke Pak Jokowi ya, karena komitmen untuk mengundurkan diri dari kabinet kan bukan komitmen partai, itu aturan yang dibuat oleh Jokowi sendiri untuk kabinetnya, bahwa mereka yang duduk di dalam kabinet itu harus di luar pengurus parpol,” jelas Ray kepada Aktual.com di Jakarta, Selasa (26/12).

Dengan demikian, lanjut Ray, Jokowi harus menegakkan aturan yang dibuatnya sendiri. Terlebih, sudah hampir dua pekan Airlangga terpilih sebagai Ketum Golkar.

“Mungkin Pak Jokowi berkirim surat kepada Airlangga, meminta untuk mundur. Kalau enggak (mundur), ya dimundurkan,” ucap Direktur Lingkar Madani ini menyarankan.

“Karena ini komitmen, kalau enggak, tercederai komitmen yang dibangun pak Jokowi selama 3 tahun terakhir ini,” tambahnya.

Ray sendiri berpendapat bahwa rangkap jabatan yang dimiliki oleh seorang Menteri bukan lagi menjadi sebuah prestasi, melainkan justru menjadi tren yang usang. Ia khawatir, fokus Airlangga akan terbelah, sehingga kinerjanya sebagai Menperin tidak akan optimal.

Dalam tiga tahun berjalannya Kabinet Kerja, beberapa menteri telah melepaskan jabatannya sebagai pengurus parpol, seperti Puan Maharani, Tjahjo Kumolo, Hanif Dhakiri, dan lain-lain.

“Jadi saya usulkan ke Airlangga mendingan ikuti tren yang lain saja. (Menteri dari) PKB keluar dari pengurus partai, Anas Urbaningrum mundur dari anggota DPR waktu dulu terpilih jadi Ketum Demokrat,” jelasnya.

Tidak hanya itu, Ray bahkan menyebut faktor lain, yaitu keterpurukan Golkar akibat kasus korupsi e-KTP yang melibatkan eks Ketua Umumnya, Setya Novanto. Beberapa lembaga survei telah menyatakan bahwa tingkat elektabilitas partai pohon beringin itu berada di posisi ketiga, posisi terendah selama mereka berdiri.

Selama 15 kali berpartisipasi dalam Pemilu, Golkar sendiri belum pernah sekalipun terlempar dari posisi dua besar. Bahkan, selama Orde Baru, partai kuning telah menjadi langganan pemenang.

“Kalau dilihat dari ini, enggak ada pilihan sebenarnya bagi Airlangga untuk mundur, fokus terhadap Golkar,” tutur alumni Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

“Entah siapa yang mulai, terserah lah. Karena dua-duanya enggak ada pilihan, bagi Jokowi enggak ada pilihan, Airlangga juga gak ada pilihan karena tantangannya berat sekali,” tutup Ray.

 

Teuku Wildan

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan