Jakarta, Aktual.com — Pengamat politik Universitas Diponegoro Hasyim Asyari mengatakan bahwa dukungan yang diberikan Partai Golkar terhadap pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla tidak otomatis berbuah kursi menteri di kabinet.
Pemerintah memang berkepentingan dengan Golkar, namun dukungan yang diberikan tidak harus diganjar dengan duduknya kader Golkar di kabinet.
“Akomodasi politik itu kan tidak harus masuk kabinet, bisa jadi kompensasi dalam bentuk lain,” terang Hasyim saat dihubungi Aktual.com, Kamis (19/5).
Melihat pengalaman Presiden Jokowi dalam menyusun Kabinet Kerja, berikut perombakan Kabinet Kerja Jilid II, Presiden mendasarkan pada kinerja pembantunya.
Kepentingan partai politik pengusung dan pendukung yang diakomodir pada penyusunan awal mulai dikikis pada rehuffle Jilid I.
Yakni dengan menyingkirkan anasir-anasir ‘jahat’ yang dianggap mengganggu jalannya pemerintahan ataupun mereka yang membawa kepentingan politik tertentu di Istana.
Berdasarkan pengalaman itulah Jokowi disebut Hasyim tidak akan mengulangi kesalahan yang sama seperti pada penyusunan awal.
“Kalau mendasarkan pengalaman reshuffle, nampaknya kok tidak akan main-main dengan reshuffle. Yang akan mendukung belum tentu diakomodir,” jelasnya.
Hasyim meyakini jika Jokowi selain mendasarkan kinerja para pembantunya di kabinet juga performace menteri di hadapan rakyat Indonesia. Konsesi politik di kabinet hanya akan membuat citra pemerintah turun.
“Saya kok meyakini itu, bahwa yang akan dilihat publik adalah performance kabinet. Kayaknya Jokowi tidak akan kompromi lagi dikabinet diisi oleh orang-orang yang karena pertimbangan konsesi politik,” demikian Hasyim.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby