Jakarta, Aktual.com – Pemerintah Cina tengah menjadi sorotan dan dihujani kritik dari masyarakat dunia atas tindakan mereka yang menindas sejumlah besar warga suku Uighur, yang menjadi kelompok minoritas di negara Tirai Bambu.
Tindakan terhadap suku yang kebanyakan beragama muslim ini dilakukan antara lain dengan menahan mereka di kamp-kamp khusus. Berdasar laporan dari komite PBB pada Agustus 2016, sedikitnya satu juta warga Uighur dan kelompok Muslim lainnya ditahan di wilayah Xinjiang barat, dan di sana mereka menjalani apa yang disebut program ‘reedukasi, atau ‘pendidikan ulang’.
Meskipun sempat dibantah oleh pemerintah Cina, tetapi penindasan terhadap suku Uighur tak bisa ditutupi lagi lantaran semakin banyak bukti pengawasan opresif terhadap orang-orang di Xinjiang yang dimunculkan ke ruang publik.
Pemerintah Cina membantah tudingan kelompok-kelompok HAM itu. Pada saat yang sama, ada semakin banyak bukti pengawasan opresif terhadap orang-orang yang tinggal di Xinjiang. Pejabat tinggi Cina mengatakan orang-orang di Xinjiang itu mendapatkan ‘pelatihan kejuruan’ karena wilayah itu menghadapi ancaman ‘tiga kekuatan jahat’: terorisme, ekstremisme dan separatisme.
Di Indonesia, aksi protes terhadap kekejaman Cina terhadap muslim Uighur pun terus berdatangan. Yang paling baru adalah unjuk rasa Aksi Bela Muslim Uighur di Jakarta, Jumat (21/12) yang dihadiri oleh ribuan orang.
Menanggapi hal ini, Sekjen Indonesia Muda, Agung Nugroho mengatakan, pernyataan pemerintah Cina sangat berbeda dengan laporan Human Rights Watch, yang menyebutkan adanya pemantauan sangat ketat terhadap suku Uighur.
“Mereka harus memberikan sampel biometrik dan DNA. Dilaporkan terjadi penangkapan terhadap mereka yang memiliki kerabat di 26 negara yang dianggap ‘sensitif’. Dan hingga satu juta orang telah ditahan,” ujar Agung, Jumat (21/12).
“Kelompok-kelompok HAM mengatakan orang-orang di kamp-kamp itu dipaksa belajar bahasa Mandarin dan diarahkan untuk mengecam, bahkan meninggalkan keyakinan iman mereka,” tambahnya.
Tak hanya itu, lanjut Agung, bahkan tindakan Cina sampai terjadi penyiksaan fisik maupun psikologis yang mereka alami di kamp-kamp penahanan.
“Seluruh keluarga mereka (tahanan Uighur) lenyap, dan mereka (kelompok HAM) mengatakan bahwa para tahanan disiksa secara fisik dan mental,” jelas Agung.
Karenanya, Agung pun berpendapat agar pemerintah Indonesia mampu “melontarkan kritik” yang tegas terhadap pemerintah Cina. Mengingat dalam UUD 1945, politik luar negeri yang dianut Indonesia oleh bebas dan aktif sehingga tak perlu khawatir terhadap bantuan-bantuan yang digulirkan oleh Cina.
Terlebih, Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia yang membuat pemerintah Jokowi memiliki tanggung jawab moral terhadap keberlangsungan muslim Uighur di Cina.
“Indonesia Muda mendesak pemerintah Jokowi untuk segara bersikap tegas kepada pemerintah Cina untuk segera menghentikan diskriminasi dan persekusi terhadap minoritas Muslim Uighur. Pemerintah Indonesia harus mendesak PBB membuka kasus penyelidikan terhadap tindak kejahatan Kemanusiaan Pemerintah Cina kepada Muslim Uighur,” tegas Agung dengan tegas.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan