Jakarta, Aktual.com – Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa isu pengungsi Rohingya sangat relevan untuk dibahas dalam KTT Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan Jepang, yang akan diselenggarakan di Tokyo pada Minggu (17/12).
“Menurut saya, ini adalah hal yang perlu dibahas karena bukan hanya menjadi masalah ASEAN, tetapi juga menyangkut negara-negara penerima pengungsi Rohingya,” ujar Jokowi dalam konferensi pers secara daring sebelum kepulangannya ke Jepang dari Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Sabtu (16/12).
Jokowi menekankan bahwa isu pengungsi Rohingya tidak hanya dihadapi oleh Indonesia, yang telah menerima lebih dari 1.200 warga Rohingya sejak November 2023, menurut data UNHCR. Ia juga menyoroti Malaysia yang menghadapi masalah serupa dengan lebih dari 107.000 pengungsi Rohingya mencari suaka hingga November 2023, seperti yang diinformasikan oleh UNHCR.
Meskipun Indonesia tidak berkewajiban menerima pengungsi Rohingya karena tidak meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951, negara ini memutuskan untuk menampung mereka berdasarkan pertimbangan kemanusiaan.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi terus mendesak penyelesaian akar masalah pengungsi Rohingya, agar tidak menimbulkan dampak lebih lanjut di ASEAN. Ia menyoroti kekerasan di Myanmar sebagai pemicu utama, yang membuat warga Rohingya terpaksa meninggalkan negara itu dan banyak dari mereka mencari suaka di Indonesia.
“Saya mengajak masyarakat internasional untuk bersama-sama menghentikan konflik dan memulihkan demokrasi di Myanmar agar pengungsi Rohingya dapat kembali ke tanah air mereka,” kata Retno dalam Global Refugee Forum (GRF) di Kantor PBB, Jenewa, Swiss, Rabu (13/12).
Retno juga mencatat bahwa ada indikasi kuat bahwa para pengungsi menjadi korban tindak pidana perdagangan dan penyelundupan manusia (TPPO), termasuk ribuan pengungsi yang tiba di Indonesia.
“Menghadapi kompleksitas dan kesulitan dalam menangani isu pengungsi, Indonesia bersikeras untuk memerangi TPPO sebagai kejahatan transnasional, namun tidak dapat melakukannya sendiri,” ungkapnya.
Retno menyerukan kerja sama yang erat, baik di tingkat regional maupun internasional, untuk memerangi TPPO. Selain itu, dia menegaskan pentingnya penguatan kerja sama dengan badan Perserikatan Bangsa-Bangsa seperti UNODC, UNHCR, dan IOM, dalam menangani isu ini.
Artikel ini ditulis oleh:
Sandi Setyawan