Jakarta, Aktual.com — Direktur Center For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Kadafi mengungkapkan sikap pemerintah yang menjual harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan tarif mahal dan tidak wajar ditengah tren penurunan harga minyak mentah dunia, membuat kecewa dan dirasa tidak adil oleh publik. Harga minyak dipertahankan dalam situasi yang mahal, tuturnya, akibat adanya tekanan mafia terhadap pemerintahan Jokowi-JK.
“Minyak ini mahal karena ada tekanan mafia tingkat tinggi sekali terhadap pemerintahan Jokowi-JK. Tekanan mafia kepada Jokowi agar harga minyak di Indonesia tidak diturunin,” beber Ucok usai menjadi pembicara dalam diskusi di kawasan Cikini Jakarta, Minggu (31/1).
Menurut dia, seharusnya kalau harga minyak sudah turun, pemerintah juga mengikuti penurunan harga tersebut dengan menurunkan harga penjualan BBM di masyarakat. Namun karena pemerintah mengikuti keinginan mafia minyak, maka harga minyak tinggi dan masyrakat harus bayar sesuai dengan keinginan mafia.
Dirinya menegaskan, kebijakan pemerintah yang takut terhadap mafia merupakan penghinaan dan penghianatan terhadap rakyat.
“Bukan hanya tidak adil, tapi pemerintah menginjak-injak dan menghina masyarakat, karena tergantung dengan keinginan mafia,” pungkasnya.
Seperti diketahui, harga Means of Platts Singapore (MOPS) untuk jenis solar baru-baru ini sudah menyentuh harga USD40 per barel, yang artinya jika dirupiah dan diliterkan, harga keekonomian solar berdasarkan MOPS adalah Rp3.500/liter (belum termasuk biaya pengangkutan dan pajak)
Ongkos kirim katakanlah USD3 per barel (Rp300/liter) dan PPN 10% (Rp380/liter) ditambah PBBKB 5% (Rp190/liter) maka semestinya harga solar non subsidi di Indonesia berkisar di harga Rp4.370-Rp4.500 per liter.
Tapi kenyataannya harga Solar subsidi sampai saat ini Rp5.750 per liternya (Harga keekonomian: Rp6.750 per liter) ada selisih harga Rp2.380 dari harga keekonomian (selisih Rp1.380 dari harga subsidi).
Tentunya Pertamina meraup keuntungan besar dari masyarakat. Dengan kondisi begini juga sangat tidak menutup kemungkinan ada pihak yang berani menjual harga solar non subsidi di bawah harga solar subsidi.
Seperti yang pernah terjadi pada bulan Agustus 2015 lalu yang saat itu harga solar subsidi di SPBU dijual dengan harga Rp6.900 per liter, PT AKR Corporindo Tbk, justru menjual solar industri di level Rp 6.400 per liter, lebih murah Rp 500 per liter.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka