Jakarta, Aktual.com — Kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Amerika Serikat mengikuti pertemuan US-ASEAN Summit untuk membahas Trans Pacific Partnership (TPP) mengundang kekhawatiran publik. (Foto)
Pasalnya, jika Jokowi jadi meneken perjajian keterlibatan di TPP itu, justru perekonomian Indonesia akan menjadi korban dengan membanjirnya produk-produk anggota TPP itu. Sehingga yang akan terjadi, Indonesia akan menjadi pasar besar dari negara-negara maju anggota TPP itu.
“US-ASEAN Summit itu akan berlangsung pada 15-16 Februari di California, AS. Untuk itu kami minta, agar Jokowi jangan buat komitmen di TPP karena lebih banyak kerugiannya dibanding manfaatnya,” tandas koordinator Indonesia for Global Justice (IGJ), Rachmi di Jakarta, Senin (15/2).
Menurut Rahmi, makanya Koalisi Masyarakat Tolak TPP itu, karena mengkhawatirkan komitmen Jokowi dalam agenda tersebut. “Sehingga keberadaan TPP hanya akan menjadi ancaman bagi agenda prioritas pembangunan nasional pemerintah tersebut,” tegasnya.
Bahkan masalah besarnya adalah, pembukaan akses pasar barang dalam TPP. Dengan begitu akan mematikan sektor usaha mikro Indonesia. “Hal ini terjadi karena adanya kemusnahan impor barang. Karena TPP ini akan semakin membuka kran impor,” jelas Rachmi.
Dengan kondisi itu, sektor usaha mikro akan terus tergerus dengan kehadiran produk impor yang harganya lebih murah. “Apalagi penerapan prinsip non diskriminasi dalam TPP hanya akan menempatkan sektor usaha mikro pada posisi yang selalu dikalahkan ketika sektor mikro disejajarkan dengan sektor bisnis berskala besar,” ujarnya.
Bahkan dengan ditandatanganinya TPP itu maka akan dihilangkannya kandungan lokal dalam setiap proyek investasi. Sehingga akan semakin banjir produk-produk impor.
“Dengan begitu, ketentuan larangan kandungan lokal dalam TPP akan menghambat hilirisasi industri dalam rencana peningkatan daya saing Indonesia, khususnya dalam menghadapai Masyarakat Ekonomi Ekonomi ASEAN (MEA),” jelasnya.
Padahal, Jokowi sendiri menginstruksikan agar setiap proyek infrastruktur dapat menyerap kandungan lokal minimal 30 persen. Baik dari sisi produksi semen, besi, maupun baja lokal dari total kebutuhannya. Bahkan kewajiban dalam UU Minerba yang mengharuskan industri tambang dan mineral menggunakan kandungan lokal 30 persen dalam produksinya.
“Tapi jika kita ikut TPP, maka untuk agenda penggunaan kandungan lokal akan ditekan serendah mungkin. Jadi yang ada adalah monopoli bukan kompetisi,” pungkasnya.
Implikasi Negatif Gabung Trans-Pacific Partnership
Sepuluh Alasan Indonesia Untuk Menolak Trans Pacific Partnership (TPP) Amerika Serikat
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan