Presiden Jokowi

Jakarta, Aktual.com – Presiden kembali membantah adanya penurunan daya beli masyarakat. Ia kembali berdalih jika gandrungnya masyarakat terhadap belanja online seolah telah membuat daya beli masyarakat turun. Hal ini kembali diungkapkannya di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (8/10) kemarin.

Peneliti asal Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudistira menyebut pemerintah terlalu resisten dan cenderung hanya menyanggah fakta yang ada di lapangan.

“Denialnomics ini irasional,” ucap Bhima ketika dihubungi Aktual, Senin (9/10).

Menurut Bhima, pemerintah sudah tidak dapat lagi menutup-nutupi turunnya daya beli masyarakat saat ini. Berdasarkan statistik yang ada pun, tidak ada data yang dapat dijadikan rujukan dari pembelaan pemerintah.

Menurut Bhima, pangsa pasar belanja online di Indonesia hanya mencapai 1% saja dari jumlah keseluruhan pasar yang ada. Belum lagi data mengenai pertumbuhan ritel yang sedang melambat pada tahun ini.

Pertumbuhan industri ritel sendiri tidak sampai 4% pada dua kuartal awal 2017, yakni 3,9 % pada kuartal I 2017 dan 3,7 % pada kuartal selanjutnya.

Angka ini sangat jauh jika dibandingkan dengan kuartal yang sama pada 2016, di mana ritel masih tumbuh sebesar 11,3% pada kuartal I 2016 dan 9,2% pada kuartal II 2016.

Berdasar dua data tersebut, Bhima membantah sanggahan yang dilakukan oleh Jokowi. Ia berpendapat bahwa statistik penjualan belanja online dan pertumbuhan ritel tahun ini sudah menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia memang sedang tidak sehat.

“Saran saya pemerintah sebaiknya mengakui bahwa ada permasalahan daya beli di tengah masyarakat. Kemudian kita gotong royong memberikan solusi yang konstruktif,” jelasnya.

“Ketimbang pemerintah terus denial atau menolak fakta dan melihat isu daya beli sebagai komoditas politik,” tutupnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi juga sempat menyatakan jika pemerintah kesulitan dalam melacak data pembelian melalui media sosial (medsos) pada penutupan Rakornas Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) di Jakarta, 3 Oktober 2017 lalu.

Masih di kesempatan yang sama, Jokowi juga menyebut isu daya beli masyarakat sebagai komoditas politik belaka.

Teuku Wildan A.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan
Arbie Marwan