Ilustrasi Pangan dalam negri
Ilustrasi Pangan dalam negri

Jakarta, aktual.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggambarkan ancaman krisis pangan global sebagai suatu kenyataan. Oleh karena itu, Indonesia perlu mengembangkan strategi besar agar ketahanan pangan negara dapat terwujud.

“Kita tahu ancaman krisis pangan global, ancaman krisis pangan dunia betul-betul nyata sudah terjadi,” kata Jokowi usai Groundbreaking PSN Kawasan Industri Pupuk Fakfak, Kamis (23/11/2023).

Dia mengamati bahwa pencapaian kedaulatan pangan tidak hanya terkait dengan produksi beras, tetapi juga mencakup kedelai, jagung, dan gula, yang masih bergantung pada impor dari negara lain.

“Swasembada pangan tidak hanya urusan beras saja, gula urusan kedelai, dan jagung dan lainnya kita memang masih tergantung negara lain,” sambungnya.

Maka, Indonesia perlu menggalakkan penggunaan pupuk guna meningkatkan produktivitas pertanian, termasuk inisiatif untuk mendirikan kawasan industri pupuk di Papua.

“Dan memang wilayah Indonesia bagian timur memang tidak ada industri pupuknya sehingga memang harus dibangun sehingga bisa efisien transportasinya dan harganya murah bagi petani,” tutur Jokowi.

Sebelumnya, Kepala Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan bahwa perubahan iklim berdampak pada ekonomi dan ketahanan pangan. Oleh karena itu, ia memprediksi bahwa dunia akan menghadapi krisis pangan pada tahun 2050. Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi Federation of ASEAN Economist Association (FAEA 46) di Yogyakarta pada Jumat (17/11/2023).

“Perubahan iklim yang terjadi saat ini membawa dampak serius bagi perekonomian seluruh negara, tanpa terkecuali, termasuk dalam hal ketahanan pangan. Apabila situasi ini terus dibiarkan, maka Food and Agriculture Organization (FAO) memprediksi tahun 2050 mendatang dunia akan menghadapi krisis pangan,” ungkap Dwikorita

Ia menyampaikan bahwa berdasarkan data World Meteorological Organization (WMO), tahun 2023 mencatat rekor temperatur tertinggi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Fenomena ini ditandai oleh serentetan gelombang panas yang melanda banyak lokasi secara bersamaan.

Selain itu, menurutnya, periode Juni hingga Agustus menjadi tiga bulan dengan suhu terpanas dalam sejarah, dan bulan Juli 2023 mencatat suhu paling tinggi. Dengan realitas perubahan iklim ini, tahun 2023 memiliki potensi menjadi tahun dengan suhu tertinggi sepanjang sejarah catatan iklim, melampaui tahun 2016 dan 2022.

“Perubahan iklim memberikan tekanan tambahan pada sumber daya air yang sudah semakin langka dan menghasilkan apa yang dikenal sebagai water hotspot,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Dwikorita menjelaskan bahwa potensi krisis pangan pada akhirnya dapat menciptakan dampak yang merambat ke krisis lainnya, termasuk aspek ekonomi dan politik, yang pada gilirannya dapat mengganggu stabilitas dan keamanan negara.

Oleh karena itu, katanya, tindakan mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim perlu dilakukan sebelum terlambat. Langkah-langkah tersebut mencakup perubahan gaya hidup dan penekanan pada pembangunan ekonomi yang berfokus pada keberlanjutan lingkungan.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain