Presiden Joko Widodo menjawab pertanyaan saat wawancara khusus dengan Kantor Berita ANTARA, TVRI dan RRI di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (13/10). Wawancara tersebut membahas pencapaian dua tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo, diantaranya dalam bidang kemaritiman dan tax amnesty. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/aww/16.

Jakarta, Aktual.com-Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan program amnesti pajak tidak mungkin akan diulang sehingga ia mengajak masyarakat untuk menggunakan kesempatan tersebut.

Presiden Joko Widodo kembali menyosialisasikan program Amnesti Pajak periode II pada Rabu (7/12), kali ini, sosialisasi dilakukan di Provinsi Bali yang merupakan provinsi ketiga pada periode kedua program Amnesti Pajak setelah Makassar, Sulawesi Selatan dan Balikpapan, Kalimantan Timur.

Di depan sekitar 2010 pelaku usaha dari Bali dan Nusa Tenggara yang hadir di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Presiden meyakinkan bahwa program Amnesti Pajak ini merupakan program yang terakhir sebelum era keterbukaan informasi diberlakukan pada tahun 2018.

Oleh karena itu, Presiden menyerukan agar program ini dapat dimanfaatkan.

“Saya ajak bapak ibu gunakan kesempatan ini karena tidak mungkin ada ‘Tax Amnesty’ begitu sudah dibuka keterbukaan informasi,” kata Presiden.

Presiden merasa perlu melanjutkan sosialisasi secara langsung dikarenakan capaian amnesti pajak yang masih tergolong rendah.

Menurut Presiden, deklarasi dana repatriasi telah mencapai Rp3980 triliun dengan total tebusan Rp143 triliun.

“Oleh sebab itu kenapa saya turun sendiri untuk menyadarkan kita semuanya betapa pentingnya uang-uang itu bagi negara. Oleh karena itu saya datang sendiri, datang sendiri pake jas lagi. Biasanya saya pakai baju putih mau ke kampung mau ke desa. Khusus ‘Tax Amnesty’ saya pakai jas. Supaya ikut semuanya, supaya bayar semuanya,” ujar Presiden.

Dalam kesempatan itu, Presiden menekankan pentingnya partisipasi masyarakat untuk menyukseskan program tersebut, karena dana yang terkumpul nantinya dapat dimanfaatkan untuk pembangunan di berbagai sektor.

“Total wajib pajak 20 juta, baru 480 ribu yang ikut ‘tax amnesty’. Hanya 2,5 persen. Hanya 2,5 persen. Kecil sekali, bayangkan kalau separuh saja dari wajib pajak kita ikut ‘tax amnesty’, enggak perlu pinjam uang dari luar negeri, enggak perlu rebutan investasi,” kata Presiden.

Adapun capaian penerimaan amnesti pajak di Bali, digabung bersama Nusa Tenggara, Papua dan Maluku mencapai Rp1,4 triliun dari sekitar 23 ribu jumlah Wajib Pajak Amnesti dan 1,3 juta Wajib Pajak SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan).

Presiden juga mengingatkan, di tengah perlambatan ekonomi dunia yang tengah terjadi saat ini, seluruh negara memperebutkan arus uang masuk demikian halnya dengan Indonesia.

Namun Presiden mengatakan bahwa sesungguhnya potensi kekayaan nasional masih cukup baik, hanya masih terparkir di luar negeri.

“Padahal masih banyak sekali uang kita sendiri yang berada di luar negeri. Catatan yang ada di Menteri Keuangan Rp11 ribu triliun,” ujar Presiden.

Dengan sosialisasi amnesti pajak di Bali, provinsi dengan jumlah kunjungan wisatawan tertinggi di Tanah Air, diharapkan penerimaan pajak dapat meningkat terutama dari sektor pariwisata.

Adapun Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam paparannya mengatakan, pajak merupakan salah satu instrumen untuk mengurangi kesenjangan antar daerah guna mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Dilihat dari segi penerimaan pajak, pulau-pulau padat penduduk menghasilkan pemasukan dari sektor Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) lebih besar dibanding pulau-pulau dengan jumlah penduduk lebih sedikit.

Untuk itu, agar tidak terjadi kesenjangan antar daerah, dilakukanlah distribusi pajak dari daerah dengan penghasilan pajak yang lebih tinggi ke daerah dengan penghasilan pajak yang lebih rendah.

Menurut data Kementerian Keuangan misalnya, jumlah penerimaan PPh dan PPN di Pulau Jawa yang memiliki belanja APBD sebesar Rp383,61 triliun mencapai Rp737,65 triliun atau 81,3 persen secara nasional dengan Dana Transfer, yaitu dana yang dialokasikan oleh pemerintah pusat sebesar Rp198,3 triliun (27,0 persen).

Sementara itu, di Papua dan Maluku yang memiliki belanja APBD sebesar Rp64,86 triliun, hanya dapat menghasilkan PPh dan PPN sebesar Rp4,77 triliun (1,6 persen).

Oleh karena itu, pulau-pulau di timur Indonesia tersebut mendapatkan Dana Transfer dari pusat mencapai Rp144,7 triliun rupiah (19,7 persen).

Maka dengan belanja APBD sebesar Rp53,74 triliun, penerimaan PPh dan PPN di Bali dan Nusa Tenggara tercatat sebesar Rp3,96 triliun (1,4 persen) dengan perolehan Dana Transfer sebesar Rp38,8 triliun (5,3 persen).

Untuk lebih mengoptimalkan penerimaan pajak, pemerintah menyelenggarakan Program Amnesti Pajak yang saat ini telah masuk di periode II (1 Oktober – 31 Desember 2016).

Adapun perkembangan hasil Amnesti Pajak, menurut Direktorat Jenderal Pajak per-3 Desember 2016, total harta yang dideklarasikan telah mencapai Rp3.972 triliun dengan jumlah tebusan Rp95,261 triliun.

Jakarta dan Pulau Jawa menduduki posisi pertama dan kedua penyumbang dana tebusan dengan masing-masing Rp52,5 triliun dan Rp29,7 triliun.

Sementara Bali, Nusa Tenggara, Papua, dan Maluku, tergabung dalam satu grup dan berkontribusi menyumbang dana tebusan sebesar Rp1,4 triliun.

Selain paparan mengenai Undang-undang Amnesti Pajak oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, dalam acara tersebut juga dipaparkan mengenai Repatriasi dan Investasi oleh Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad, dan Peluang Investasi oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno.

Turut hadir dalam acara tersebut antara lain, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Pemuda dan Olah Raga Imam Nahrawi, Gubernur Provinsi Bali I Made Mangku Pastika, dan Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara