Jakarta, Aktual.com – Presiden Joko Widodo menyoroti tujuh provinsi dengan jumlah kasus COVID-19 tinggi yang belum menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk mengendalikan penularan virus corona penyebab penyakit tersebut.
Dalam rapat terbatas mengenai evaluasi PSBB melalui telekonferensi video dari Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (12/5), Presiden meminta jajaran pemerintah mengevaluasi penanggulangan COVID-19 di wilayah yang belum menerapkan PSBB serta membandingkan perkembangan kasus di wilayah yang sudah menerapkan PSBB dengan yang belum menjalankannya.
Berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, hingga Senin (11/5) 10 provinsi dengan jumlah kasus COVID-19 tertinggi meliputi DKI Jakarta (5.276), Jawa Timur (1.536), Jawa Barat (1.493), Jawa Tengah (980), Banten (541), Nusa Tenggara Barat (331), Bali (314), Sumatera Barat (299), Sumatera Selatan (278), dan Kalimantan Selatan (263).
Dari 10 provinsi dengan jumlah kasus COVID-19 tinggi tersebut, baru DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Sumatera Barat yang melaksanakan PSBB.
“Tujuh provinsi lainnya masih non-PSBB, karena itu kita juga evaluasi, baik provinsi, kabupaten, kota yang tidak memberlakukan PSBB tapi juga menjalankan kebijakan physical distancing (pembatasan jarak fisik), menerapkan protokol kesehatan secara ketat dalam kehidupan sehari-hari,” kata Presiden.
Dalam rapat terbatas, Presiden mengemukakan bahwa ada provinsi dan kabupaten/kota yang belum melaksanakan PSBB tapi berhasil menurunkan penularan COVID-19 dengan membatasi kegiatan masyarakat.
“Karena memang ada inovasi di lapangan dengan menerapkan model kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat disesuaikan dengan konteks di daerah masing-masing,” katanya.
Presiden meminta instansi pemerintah terkait melakukan evaluasi secara komprehensif mengenai penyebaran COVID-19 di seluruh wilayah, terutama di wilayah yang belum menunjukkan penurunan kasus.
“Berdasarkan data kasus baru sebelum dilakukan PSBB dan sesudahnya, memang kalau kita lihat hasilnya bervariasi dan berbeda-beda setiap daerah. Ini memang pelaksanaannya dengan efektivitas yang berbeda-beda,” katanya.