Jakarta, Aktual.co — Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Andrinof Chaniago memastikan Presiden Joko Widodo tak memasukkan Mega proyek Jembatan Selat Sunda (JSS) dalam programnya.
Menurutnya, mega proyek jembatan ratusan triliun rupiah yang menghubungkan Jawa dan Sumatera itu belum bisa dibangun, paling tidak untuk 10-15 tahun ke depan.
“JSS ini terus terang Pak Jokowi sendiri menyimak rencana itu. Saya yakin JSS bukan pilihan setidak-tidaknya untuk 10-15 tahun ke depan,” kata Andrinof di Kantor Bappenas, Jakarta, ditulis Aktual.co, Sabtu (1/11).
Andrinof mengatakan, ketimbang membangun JSS, Pemerintah bakal memberdayakan sektor maritim dengan mengembangkan perhubungan laut. Upayanya, dengan cara membangun dermaga-dermaga atau menambah kapal baru dengan mengganti kapal yang usang.
Lebih lanjut, ia memaparkan beberapa alasan yang mendasari proyek tersebut tidak masuk dalam program infrastruktur yang dibangun dalam pemerintahan saat ini. Presiden Joko Widodo khawatir proyek ini malah mematikan identitas Indonesia sebagai negara maritim. Seharusnya transportasi laut yang lebih dikembangkan daripada darat.
“Beliau khawatir dampaknya pada 2 hal. Pertama mematikan identitas negara maritim karena di Selat Sunda itu adalah jalur penyebrangan terpadat di Nusantara. Kalau penyebrangannya dimatikan, itu akan mematikan (identitas),” ucap Andrinof.
Alasan kedua, lanjut Andrinof, adalah jika proyek jembatan yang menghubungkan Pulau Jawa dan Sumatera ini jadi dibangun, itu malah bersebrangan dengan program pemerataan pembangunan dari Sabang sampai Merauke.
“Kita harus menghentikan berpikir paradoks. Kita berpikir menghapus ketimpangan tapi malah menambah ketimpangan. Katanya mau pemerataan, tapi kita bikin mega proyek yang membuat ekonomi semakin terkonsentrasi di barat,” tegasnya.
Secara tidak langsung dibangunnya jembatan ini akan semakin memperburuk keadaan kurang pasok perumahan (backlog) yang mencapai 15 juta unit.
Andrinof menganalisis, sebuah mega proyek akan bisa mendongkrak harga lahan yang nantinya berimbas pada mahalnya harga rumah. Apalagi konsesi proyek tersebut dikuasai oleh perusahaan besar. Menurutnya akan semakin sulit masyarakat berpenghasilan rendah untuk bisa membeli rumah.
“Penguasaan lahan oleh perusahaan besar akan mendongkrak harga rumah menjadi semakin tidak terjangkau. Jadi ke depan kita harus betul-betul membangun itu untuk apa. Dalam sidang kabinet perdana kemarin, pesan pertama adalah tentang arah pembangunan yaitu jika ini membangun untuk manusia dan pembangunan,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh: