Jakarta, Aktual.com — Puluhan aktivis Greenpeace bersama paguyuban Ujungnegoro masih bertahan melaksanakan aksinya di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (5/10) petang. Pihak kepolisian sempat memperingatkan demonstran agar membubarkan diri, namun demonstran jengah. Pasalnya, beberapa kali menyampaikan aspirasi tidak pernah didengarkan pemerintah.
Kapolsek Gambir AKBP Susatyo Purnomo mengatakan, sesuai aturan penyampaian aspirasi dimuka umum harus membubarkan diri pada pukul 18.00 Wib. Bila tidak, maka pihaknya akan membubarkan aksi Greenpeace.
“Kami juga melaksanakan tugas. Batas penyampaian aspirasi adalah jam 18.00 wib. Kami apresiasi yang sudah berkali-kali sampaikan aspirasi ke Istana. Unjuk rasa apapun bentuknya kalau sudah diatas jam 18.00 itu dilarang,” tegasnya.
Aliman, petani asal Batang, Jawa Tengah, mengatakan, pada dasarnya ia bersama puluhan rekan-rekannya patuh dan taat pada hukum. Akan tetapi, ia mempertanyakan jalannya penegakan hukum di negeri ini di wilayahnya. Dimana pembangunan PLTU Batang dipaksakan dan menabrak aturan-aturan yang ada.
Penolakan bukan sekali dua kali disampaikan. Akan tetapi, pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla terus bergeming. Nyatanya, hingga kini meski sudah puluhan kali menyampaikan aspirasi di Istana Negara, namun tidak sekalipun Presiden Jokowi mau mendengarkan.
“Kami sebagai warga Batang, beberapa kali telah beraksi menyampaikan aspirasi, disini (Istana). Namun sampai sekarang belum ada hasil, tidak ada sama sekali tanggapan dari Presiden,” ucapnya.
“Malam ini, saya dan rekan-rekan, warga dan aktifis, mohon maaf sekali bila mengganggu ketertiban dan kenyamanan petugas. Kiranya agar ada respon dari Presiden atau ajudan Presiden. Kami malam ini, kami akan bermalam disini,” sambung Aliman.
Aksi Greenpeace berlangsung sejak pagi hari. Melalui patung ogoh-ogoh raksasa, puluhan warga melakukan aksi bisu dan berjemur menyampaikan aspirasi. Intinya, mereka menolak pembangunan PLTU Batang. Yang mana pada prosesnya disertai intimidasi terhadap warga oleh empat perusahaan konsorsium.
Empat perusahaan itu sebagaimana disampaikan Greenpeace adalah PT Adaro, PT Powel, PT JBIC dan PT ITOCHU.
Artikel ini ditulis oleh: