Jakarta, Aktual.co — Salah satu permasalahan klasik yang hingga saat belum selesai diatasi oleh pemerintah adalah masalah ketersedian kamar, dan tentunya ini karena masih banyaknya RS swasta yang belum mau bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Data BPJS Kesehatan menunjukkan ada sekitar 600 RS Swasta yang masih enggan untuk bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Alasan utama adalah karena paket INA CBGs yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 59 Tahun 2014 dinilai masih rendah sehingga belum bisa masuk harga keekonomian RS Swasta.
Masih banyaknya RS Swasta yang menolak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, menuai ancaman dari Presiden Jokowi. Presiden Jokowi akan mengancam RS Swasta tersebut tidak akan mendapatkan pelayanan ketika RS meminta ijin-ijin.
“Sikap Presiden Jokowi tidaklah bijak. Bahwa ada semangat untuk memperbaiki pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan, ya itu adalah baik, dan kita dukung,” ujar Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar dalam rilis yang diterima Aktual, Minggu (10/5).
Menurutnya, kondisi RS Swasta pasti berbeda dengan RS Pemerintah Pusat atau Daerah, sehingga Pak Jokowi tidak bisa mengeneralisir permasalahan yang ada.
“Proses perijinan RS sudah diatur oleh UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, sehingga tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menolak perijinan RS hanya karena tidak mau bekerja sama dengan BPJS Kesehatan,” tegasnya.
Seharusnya, Presiden Jokowi mengetahui akar permasalahannya, mengapa masih banyak RS Swasta yang menolak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Menurutnya, permasalahannya ada pada Permenkes 59/2014 yang mengatur tentang Paket INA CBGs.
Dirinya menyarankan agar Presiden memanggil Menteri Kesehatan untuk mengkaji ulang Paket INA CBGs saat ini dan proses mengkaji tersebut harus merujuk pada isi Pasal 24ayat (1) UU No. 40 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa “Besarnya pembayaran kepada fasilitas kesehatan untuk setiap wilayah ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut.
“Bahwa keterlibatan Asosiasi RS di wilayah harus dipastikan ada sehingga penentuan Paket INA CBGs tersebut tidak satu arah hanya dari pemerintah saja,” katanya.
Selain merevisi Permenkes 59/ 2014, kata Timboel, Pemerintah juga bisa memberikan insentif pajak bagi RS Swasta, seperti pajak pembelian alat kesehatan dan insentif pajak lainnya, sehingga RS Swasta tersebut bisa mengalihkan insentif pajak untuk biaya pelayanan pasien BPJS Kesehatan.
Untuk memastikan bahwa keikutsertaan seluruh RS Swasta menjadi provider BPJS Kesehatan, lanjutnya, pemerintah bisa merevisi UU 40/2009 tentang RS dengan memasukkan klasula bahwa seluruh RS yang beroperasi di wilayah Republik Indonesia wajib bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka