Jakarta, Aktual.co —Kita prihatin bahwa para pendidik masih terus menggunakan hukuman fisik dalam pendidikan. Padahal hukuman fisik sering berubah menjadi bentuk penyiksaan yang pasti rendah fungsi pendidikannya, juga tidak ada bukti akurat bahwa tindakan tersebut efektif untuk mendidik seorang siswa.

Demikian dikatakan Abdul Waidl, Koordinator Nasional Jaringan Pementau Pendidikan Indonesia (JPPI), dalam siaran pers yang diterima Aktual.co hari Minggu (8/2).

Pernyataan Abdul Waidl dilatarbelakangi berita seorang siswi SMPN di Kabupaten Majalengka, Lintang (13), yang akhirnya meninggal di Puskesmas, setelah jatuh karena tidak kuat mengelilingi lapangan sebagai hukuman karena tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR).

Abdul Waidl mengingatkan, guru selalu melarang anak-anak melakukan tawuran dan bullying. Larangan tersebut disebabkan kesadaran bahwa kekerasan sama sekali bukan jalan penyelesaian. Kekerasan menimbulkan dendam yang sulit usai, bahkan sering mereproduksi kekerasan baru dan berkelanjutan (terus-menerus).

Atas dasar tersebut, JPPI menyerukan, agar semua bentuk kekerasan atau hukuman fisik dihilangkan dari proses pendidikan. Semua pemangku kepentingan pendidikan bersama-sama mencari jalan keluar setiap kali ada masalah dalam proses belajar, termasuk ketika seorang anak tidak bersedia mengerjakan PR. Karena, bisa jadi hal tersebut disebabkan guru yang perlu lebih kreatif menjalankan proses belajar-mengajar, sehingga menjadi lebih menyenangkan dan anak tertarik untuk terlibat aktif.

Artikel ini ditulis oleh: