Mantan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) Richard Joost Lino alias RJ Lino dituntut 6 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan, usai melakukan sidang putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Kamis (11/11)

Jakarta, Aktual.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pelindo II RJ Lino yang dinilai mengintervensi proses pengadaan dan pemeliharaan tiga unit Quayside Container Crane (QCC).

Intervensi itu dilakukan RJ Lino tahun 2010 di Pelabuhan Panjang, Pontianak, dan Palembang.

“Terdakwa telah dengan sengaja dalam pengadaan 3 unit QCC ‘twinlift’ sejak awal mengarahkan untuk diberikan kepada Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co Ltd (HDHM), hal ini tidak sesuai dengan Peraturan Menteri BUMN,” kata JPU KPK Heradian Salipi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (11/11).

Dalam perkara ini, RJ Lino dituntut penjara selama 6 tahun ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan, karena dinilai merugikan keuangan negara sebesar 1.997.740,23 dolar AS dalam pengadaan 3 unit QCC tahun 2010 di Pelabuhan Panjang, Pontianak, dan Palembang.

Tindakan intervensi tersebut yaitu sebagai berikut: Pertama, RJ Lino memerintahkan dan menyetujui dua kali perubahan Surat Keputusan (SK) Direksi Nomor HK.56/5/10/PI.II-09 tertanggal 9 September 2009 tentang Ketentuan Pokok dan Tata Cara Pengadaan Barang dan Jasa di Lingungan Pelindo II.

“Dampak dari perubahan peraturan tersebut adalah memberikan keuntungan kepada peserta tender yang berasal dari luar negeri,” kata jaksa pula.

Kedua, RJ Lino disebut memberikan persetujuan untuk survei ke lokasi pelabuhan PT Pelindo II (Persero) diduga hanya dilakukan oleh HDHM China pada Desember 2009, satu bulan sebelum proses pemilihan langsung dimulai pada 18 Januari 2010.

Kesempatan untuk survei lokasi tersebut tidak diberikan kepada peserta pemilihan langsung yang lain, yakni Shanhai Zhenhua Heavy Industry CoLtd (ZPMC) dan Doosan Heavy Industries & Construction Co.Ltd (Doosan).

“RJ Lino terbukti telah melakukan serangkaian intervensi dalam proses pengadaan antara lain pertama memilih tiga perusahaan yang diundang mengikuti pemilihan langsung dan mengundang langsung tiga perusahaan tersebut untuk mengikuti pengadaan 3 unit QCC yakni HDMH, ZPMC dan Doosan, meski kewenangan tersebut sebenarnya melekat kepada kepala biro pengadaan,” ujar jaksa.

Kedua, RJ Lino menginstruksikan Kepala Biro Pengadaan untuk “tidak mempersulit proses evaluasi administrasi dan teknis” terhadap penawaran HDHM meskipun sebetulnya HDHM tidak memenuhi persyaratan administrasi sebagaimana diatur dalam Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS) Administrasi

Ketiga, secara sepihak RJ Lino memerintahkan “Go for Twinlift” dan “selesaikan proses penunjukan HDHM” atas penawaran harga HDHM dengan spesifikasi QCC ‘twinlift 50 ton’ dan laporan saksi Ferialdy Noerlan selaku Direktur Operasi dan Teknik yang menyatakan proses pemilihan langsung telah selesai.

Saat itu HDHM sebagai penawar terendah yang memenuhi persyaratan, meski sebenarnya proses pemilihan langsung tersebut untuk QCC dengan spesifikasi “singlelift” 40 ton.

“Seharusnya apabila terdapat penggantian spesifikasi barang (singlelift QCC menjadi Twinlift QCC), maka proses pengadaan harus melalui pelelangan dari awal bukan dengan penunjukan langsung,” kata jaksa.

Keempat, RJ Lino disebut memerintahkan Ferialdy Noerlan untuk melakukan penandatanganan kontrak oleh pihak HDHM (Weng Yaogen) diduga dilakukan pada 30 Maret 2010, meski pada dokumen kontrak tertanggal 30 April 2010.

Selanjutnya dalam rangka formalitas, penawaran harga, evaluasi harga dan negosiasi harga dilaksanakan setelah penandatanganan kontrak 30 Maret 2010.

Kontrak antara Pelindo II dengan HDHM China ditandatangani pada 30 Maret 2010 dengan nilai 17.165.386 dolar AS selama 11 bulan garansi 1 tahun dan untuk pemeliharaan selama 5 tahun sebesar 1.611.386 dolar AS.

Walaupun pengadaan dan pemeliharaannya dilakukan tidak mengikuti prosedur, Pelindo II tetap membayar HDHM sebesar 15.165.150 dolar AS untuk pengadaan dan pemeliharaan sebesar 1.142.842,61 dolar AS. Padahal harga total yang seharusnya dibayar adalah 13.579.088,71 dolar AS berdasarkan perhitungan Unit Forensik Akunting Direktorat Deteksi dan Analisis KPK, sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar 1.997.740,23 dolar AS.

RJ Lino dijadwalkan untuk menyampaikan nota pembelaan (pleidoi) pada 18 November 2021.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Arie Saputra