Tim Jaksa Penuntut Umum saat sidang lanjutan dugaan penistaan agama di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (24/1). Pengadilan Negeri Jakarta Utara menggelar sidang kasus penistaan agama oleh Ahok dengan agenda mendengarkan lima keterangan saksi dari pihak Jaksa Penuntut Umum. Foto/aktual.com-Pool/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus penodaan agama menyatakan bahwa terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak membantah telah melontarkan pernyataan yang menyinggung Alqur’an Surat Al Maidah ayat 51 saat kunjungan kerja ke Pulau Pramuka, 27 September 2016 lalu.

Ketua Tim JPU, Ali Mukartono, usai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang digelar di Kementerian Pertanian, Selasa (24/1), mengatakan, pengakuan Ahok tersebut merupakan keuntungan bagi pihaknya. Dengan pengakuan itu, Ahok secara tidak langsung mengakui dakwaan yang disangkakan JPU.

“Kita juga merasa diuntungkan. Karena apa yang dinyatakan oleh Pak Ahok di Pulau Seribu dikatakan oleh saksi juga tidak dibantah oleh yang bersangkutan. Artinya dakwaan itu benar,” katanya.

Pengakuan Ahok ini sekaligus memperkuat keterangan dua saksi yang dihadirkan ke persidangan hari ini. Dua saksi dimaksud adalah Lurah Pulau Panggang Yuli Hardi dan kameramen pada Dinas Komunikasi, Informatika dan Kehumasan DKI Jakarta, Nurholis Majid.

“Kalau pak Lurah mengatakan ia mendengar, melihat. Kalau yang kameramen mengatakan dia fokus kepada kameranya, bukan kepada isi. Karena dia akan bagaimana supaya hasilnya itu bagus, dia nggak fokus pada isinya,” katanya.

“Bukan (melemahkan). Tadi kan dikatakan, dia (kameramen) mengerti itu ketika diputar oleh penyidik Mabes Polri. ‘Apakah ini yang saudara syuting’? Ini dibenarkan,” sambung jaksa Ali.

Lebih jauh ia menyatakan subtansi keterangan yang diinginkan JPU melalui saksi fakta dalam kasus dugaan penodaan agama berbeda dengan saksi fakta dalam kasus dugaan suap.

Dalam kasus suap, saksi memiliki kesaksian bahwa ia melihat adanya transaksi antara penyelenggara negara dengan pihak swasta, atau melihat, mendengar adanya kesepakatan ihwal suapnya.

Kalau saksi fakta dalam kasus dugaan penodaan agama, sambung Ali, kesaksiannya harus membuktikan bahwa seorang terdakwa memang mendengar pernyataan yang masuk kategori penodaan. Dalam hal ini apakah benar Ahok menyinggung atau berbicara mengenai Surat Al Maidah ayat 51 di Pulau Seribu.

“Karena dakwaan kita mengatakan bahwa terdakwa mengatakan seperti itu. Nah, setiap kata dalam dakwaan kewajiban JPU untuk membuktikan. Sekarang dia (Ahok)ngomong seperti itu apa tidak? Tidak pernah dibantah. Itu keuntungan dari sisi JPU,” ungkapnya.

(Teuku Wildan)

Artikel ini ditulis oleh: