Jakarta, Aktual.com – Auditor utama BPK Keuangan III BPK Rochmadi Saptogiri, didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp3,5 miliar terkait dengan jabatannya.
“Rochmadi Saptogiri selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu sebagai auditor utama Keuangan Negara III BPK diduga menerima hadiah berupa uang sebesar Rp3,5 miliar yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban sebagai penyelenggara negara,” kata jaksa penuntut umum KPK Moch Takdir Sulhan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (18/10).
Sejak 11 Maret 2014 sampai 2017, Rochmadi menjabat sebagai auditor utama Keuangan Negara III BPK yang memiliki kewenangan memeriksa pengelolaan dan tangggung jawab keuangan negara pada bidang lembaga negara, kesejahteraan rakyat, kesekretariatan negara, aparatur negara serta riset dan teknologi.
“Selama kurun waktu 2014-2015 terdakwa menerima gratifikasi uang yaitu pada Desember 2014 hingga Januari 2015,” tambah jaksa Takdir.
Rincian penerimaannya adalah pada 19 Desember 2014 sebesar Rp10 juta, 22 Desember 2014 sebesar Rp90 juta, 19 Januari 2015 sebesar Rp1 miliar, 21 Januari 2015 sebesar Rp1,69 miliar dan 22 Januari 2015 sebesar Rp330 juta sehingga seluruhnya berjumlah Rp3,5 miliar.
“Sejak menerima uang Rp3,5 miliar itu terdakwa tidak melaporkan ke KPK sampai batas waktu 30 hari kerja terhitung tanggal gratifikasi itu diterima,” ungkap jaksa Takdir.
Perbuatan Rochmadi menerima gratifikasi berupa uang Rp3,5 miliar haruslah dianggap suap, karena berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban dan tugas Rochmadi sebagai penyelenggara negara yaitu auditor utama keuangan negara BPK III RI.
Atas perbuatannya, Rochmadi didakwa berdasarkan pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal itu menyatakan setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan yang nilainya Rp10 juta atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi; sedangkan yang nilainya kurang dari Rp10 juta pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
Hukuman bagi penyelenggara yang terbukti menerima gratifikasi adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Selain didakwa menerima gratifikasi, Rocmadi bersama dengan bawahannya di BPK Ali Sadli, didakwa menerima suap sebesar Rp240 juta dari Inspektur Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Sugito dan anak buahnya Jarot Budi Prabowo untuk memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk Kemendes PDTT tahun 2016.
Rochmadi juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian aktif berupa pembelian tanah tanah kavling seluas 329 meter persegi di Bintaro dari uang Rp3,5 miliar yang ia terima sebagai gratifikasi dan pencucian uang pasif berupa penerimaan 1 unit mobil merk Honda tipe Odyssey dari Ali Sadli.
Atas dakwaan itu, Rochmadi mengajukan eksepsi (nota keberatan).
“Saya cukup mengerti isi dakwaan. Kami sepakat akan mengajukan eksepsi atas dakwaan yang diajukan JPU,” kata Rochmadi. Sidang dilanjutkan pada 27 Oktober 2017.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh: