Semarang, Aktual.com – Rencana Judicial Review Undang-Undang pengampunan pajak (tax amnesti) ke Mahkamah Konstitusi, bakal diajukan setelah rapat pleno Pengurus Pusat Muhammadiyah.
Pimpinan PP Muhammadiyah M Busro Muqodas mengatakan materi gugatan memiliki legal standing bila diputuskan rapat pleno oleh pimpinan pusat. Putusan pleno tak jauh beda saat mengajukan gugatan JR saat itu.
“Beberapa pimpinan saat ini masih tugas berada di luar negeri. Jadi, masih menunggu karena belum lengkap,” ujar Busro saat menjadi key note speaker Pelatihan Jejaring untuk Peradilan Bersih dan Anti Korupsi di Hotel Fave Semarang, Selasa (20/9).
Kata dia, saat ini dari 17 personil dari total jumlah komposisi pucuk pimpinan pusat, baru 6 pimpinan saat kedatangan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Saat itu, pimpinan pusat telah diberikan ilustrasi tentang sasaran tax amnesti secara obyektif atas sasaran sektor pajak.
Ia mengatakan dalam UU tax amnesti mestinya penunggak pajak dan wajib pajak yang bermasalah uang menengah ke atas di parkir di luar negeri. Akan tetapi, justur menyasar klaster ekonomi menengah ke bawah, sehingga membuat wajib pajak pada kalangan pengusaha justru banyak gulung tikar. “Sasaran pajak bukan accident, tapi by desain. Klausul harta yang ada di dalam maupun di luar negeri. Kata-katanya di dalam itu membawa konsekuensi menyasar dan membuat panik masyarakat ekonomi menengah,” beber dia.
Dia menilai, sasaran tax amnesti dengan tujuan menambah kas negara dari sektor bagi satu WP yang menguasai 50 persen aset negara. Bahwa wajib pajak klaster menengah ke bawah sudah taat membayar pajak. Jadi, tidak perlu lagi ditagih-tagih. “Apakah mungkin pemerintah membuat PP dengan tujuan pemasukan negara pada kelompok-kelompok tersebut. Sebab, yang ditujukan pada kelompok ke atas. Bukan, kelompok menengah ke bawah,” tutur dia.
Ditanya kapan rapat pleno PP, pihaknya segera mungkin mengajukan gugatan JR kepada MK. Sebab, dampak psikologi tidak menyehatkan masyarakat pada kepastian hukum.
“Ini kan membuat gaduh. Lebih cepat lebih bagus. Keburu-buru juga tidak bagus. Dalam kaidah agama, sikap buru-buru itu sama saja sikap sifat syetan. Harus dihindari dan itu menimbulkan kegaduhan,” pungkas Busro. (Muhammad Dasuki)
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid