ahmad redi

Jakarta, Aktual.com – Pengamat Hukum Sumber Daya Alam dari Universitas Taruma Negara, Ahmad Redi menilai meskipun melalui perundingan PT Freeport menyanggupi divestasi 51 persen dan pembangunan smelter, namun hal itu malah merugikan Indonesia.

Dia menjabarkan bahwa Pembelian saham divestasi di masa akan berakhirnya Kontrak Karya (KK) merupakan kebijakan yang keliru karena mestinya pemerintah hanya perlu menunggu beberapa tahun lagi maka kontak itu akan berakhir dan akan kembali menjadi sepenuhnya dalam kuasa pemerintah.

“Sesungguhnya merugikan bagi Indonesia karena tanpa membeli saham divestasi pun pada tahun 2021 atau setelah KK berakhir maka wilayah eks PT Freeport menjadi milik Pemerintah Indonesia,” kata dia secara tertulis, Selasa (29/8).

Selain itu ungkapnya, divestasi saham oleh Freeport sesungguhnya telah ditetapkan dalam KK perpanjangan 1991 yang mana pada tahun 2011 harusnya telah mencapai 51 persen, namun faktanya hingga detik ini kewajiban divestasi 51 persen itu tidak juga direalisikan PT Freeport.

“Hasil perundingan ini malah bentuk mengukuhan kembali PT Freeport untuk mengeksploitasi SDA Indonesia yang kemanfaatannya bagi bangsa Indonesia sangat rendah. Pemerintah sekarang pun menjadi pewaris potensi masalah PT Freeport sebagaimana tahun 1967 dan 1991 ketika Orde baru mewariskan masalah PT Freeport kepada generasi saat ini,” ujar dia.

Lalu mengenai peralihan kontrak dari KK memjadi IUPK harusnya dikembalikan terlebih dahilu menjdi wilayah pengadangan negara (WPN) dan membutuhkan persetujuan DPR, namun oleh pemerintah dilakukan secara paksa.

Adapun terkait smelter, dia tidak lagi percaya janji-janji perusahaan asal Amerika Serikat (AS) itu, karena selama itu perusahaan itu telah berulangkali berjanji membangun smelter, namun tidak ditepati.

(Reporter: Dadangsah Dapunta)

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka