Jakarta, Aktual.com – Buya Sjafi’i Maarif mengatakan segenap elemen masyarakat wajib jujur menyikapi masalah bangsa. Terutama dalam upaya mewujudkan keadilan sosial sebagai intisari tujuan implementasi Pancasila. Sikap jujur itu tersebut antara lain dalam menilai kiprah pemerintahan hari ini.
“Begitu pula kejujuran menyikapi upaya untuk mewujudkan keadilan sosial, Tidak boleh ada warga yang terkapar. Tidak boleh,” ujarnya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (6/11).
Dengan bersikap jujur itu, Bangsa Indonesia akan terhindar dari tafsir tunggal yang mengecam semua orang di luar kelompoknya sebagai selalu salah. Tafsir yang tidak bisa membedakan mana yang IS dan mana yang bentuk sesungguhnya dari Islam.
Padahal Arab Saudi saja telah lelah. Sehingga di negara tempat banyak kelompok radikal berpanut, sekarang ini justru tengah berlangsung reformasi yang mendasar. Di sana trends saat ini malah kian menuju kepada inklusifitas dan toleransi.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menilai gejala penurunan toleransi dan pergeseran sikap mungkin hanya terjadi di tingkat atas. Karena gejala serupa dinilai Mendagri tidak berlangsung di tingkat bawah. Kekuatan Pancasila antara lain dapat dipertahankan berkat kegigihan berbagai kampus perjuangan Pancasila, seperti UGM.
“Saya dua kali ikut tes tapi toh tidak lolos masuk UGM. meskipun sudah ikut bimbingan belajar,” seloroh Tjahjo.
Gejala intoleransi dan radikalisasi di beberapa kelompok tertentu, menurut Mendagri, tak lepas dari tuntutan capaian keadilan sosial.
“Masalah pemenuhan pangan sandang papan sejak dahulu memang belum semua selesai. Ketidaksabaran dalam mewujudkan Pancasila terutama sila kelima keadilan sosial itu, berimbas munculnya reaksi sporadis radikalisme. Bahkan Gafatar sudah membuat struktur pemerintahannya sendiri,” jelasnya.
Masalah radikalisme dan intoleransi dalam ranah domestik ini tak lepas dari dinamika global. Khususnya geopolitik. Terutama dalam penguasaan SDA global.
“Ngapain coba, USA ingin latihan perang-perangan di hutan, ngapain?” Ujar Mendagri.
Karena itu demi menangkal ancaman utama terorisme dan radikalisme, Mendagri mengingatkan Indonesia perlu sikap tegas tentang siapa kawan dan siapa lawan.
Ketegasan itu mutlak, mengingat sejumlah pondok pesantren berbasis NU saat ini mulai dikuasai kelompok radikal tertentu.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka