Aktivis Pergerakan Rakyat Jumhur Hidayat saat membedah buku karya Angelius Wake Kako yang berjudul "Jalan Pembebasan Indonesia" di kampus UI Salemba, Jakarta Pusat, Selasa (15/9/2015). Diskusi buku yang berjudul "Bersatu, Lawan, Menang; Jalan Pembebasan Indonesia" karya Angelius Wake Kako (Pascasarjana UI/Poros Salemba).

Jakarta, Aktual.com — Koordinator Aliansi Rakyat Merdeka (ARM), Jumhur Hidayat, mengatakan kekuasaan negara bisa menaklukkan keserakahan kaum pemodal. Menjadi ironi apabila dalam kenyataannya penguasa justru berkolaborasi dengan kaum pemodal. Harapan menjadi tinggal harapan.

Dalam bedah buku ‘Bersatu, Menang : Jalan Pembebasan Indonesia’ karya Angelo Wake Kako di Aula Gedung IASTH Pascasarjana Universitas Indonesia, Jl Salemba Raya, Jakarta Pusat, Selasa (15/9), Jumhur menekankan pentingnya gerakan massa.

Diharapkan, dengan adanya gerakan massa ini nantinya bisa menekan kekuasaan negara agar tidak terjadi perselingkuhan antara penguasa dengan kaum pemodal. Gerakan massa rakyat tidak harus menjatuhkan pemerintahan, tetapi bisa juga mendesak dengan segala upaya agar pemerintah maupun DPR melaksanakan apa yang menjadi cita-cita para pendiri bangsa.

“Bahwa bila ada reformasi jilid 2, maka itu tidak akan menjadi milik mahasiswa melainkan milik kelompok sektoral seperti buruh, tani, nelayan, kaum miskin kota termasuk pedagang kaki lima dan sebagainya,” tegasnya.

Mengharapkan kalangan mahasiswa untuk melakukan gerakan massa, lanjut Jumhur, bisa saja dilakukan. Hanya saja, ia mengingatkan bahwa mahasiswa tidak berdampak langsung pada penderitaan dan kesengsaraan rakyat. Berbeda misalnya jika seluruh elemen masyarakat bersatu.

Angelo selaku penulis buku dalam kesempatan sama mengatakan cita-cita para pendiri bangsa sudah melenceng jauh. Dimana sistem politik dan ekonomi Indonesia justru membawa ketimpangan dan ketidakadilan dan pada gilirannya memunculkan ketegangan sosial. Baik identitas kedaerahan, intra daerah, agama hingga kesenjangan status sosial.

Negara seharusnya memihak pada kepentingan rakyat, namun kenyataannya dari waktu ke waktu justru penguasa negara lebih membela kaum pemodal dan dengan terang-terangan menjalankan prinsip neo-liberalisme.

Artikel ini ditulis oleh: