Jumhur merasa prihatin atas situasi kekinian yang semakin jauh dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan. Dia mengatakan bahwa dulu ada semboyan “Semua untuk satu, satu untuk semua,” yang diwujudkan dalam semua kekuasaan daerah lokal untuk satu Indonesia hingga NKRI berdiri. Seharusnya setelah Indonesia berdiri, diabadikan untuk semua warganya.

“Sekarang apakah iya satu Indonesia untuk semua orang hingga ke daerah-daerah? Faktanya yang terus berkembang dari pemerintahan ke pemerintahan sampai hari ini, semua untuk satu Indonesia iya, tapi setelah menjadi satu, yang terjadi satu untuk Inggris, satu untuk Amerika, satu untuk China, satu untuk negara-negara asing, bukan satu Indonesia untuk memperjuangkan kedaulatan masyarakat!” kecamnya lantang yang disambut hadirin dengan gegap gempita.

Mantan narapidana politik di Nusakambangan itu menyambut baik Gerakan Pilihan Sunda (Gerpis), karena memperjuangkan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) bukan sesuatu yang haram, tetapi mulia. Dia menyerukan bahwa yang tak boleh dan berkhianat kepada kemanusiaan adalah menindas SARA.

Orang Sunda yang merasa terpinggirkan dihancurkan kebudayaannya dan ingin bangkit kembali, imbuhnya, adalah sangat diperbolehkan, tapi tak diperkenankan menindas orang Jawa, Tionghoa serta etnik lainnya yang hidup di Tanah Pasundan.

“Jadi sekali lagi, jangan kita mau ditakut-takuti kalau berbicara soal etnik. Jangan bicara memajukan etnik grup dinyatakan sebagai gerakan SARA. Yang begitu setolol-tololnya orang dalam sejarah. Apalagi kita tahu terlalu banyak intervensi tidak bermutu saat ini,” pungkas Jumhur Hidayat.

Acara disemarakkan dengan kehadiran berbagai pimpinan partai politik Jawa Barat dan ormas seperti FKPPI, Pemuda Pancasila, KPJB, Manggala Garuda Putih, Paguyuban Emas Prabowo Subianto, Jaguar 08, Paguron Silat Kabuhun Kabuyutan Geger Kalong, Wirayudha Karaton Sumedang Larang, Gerakan Hejo, juga para budayawan dan seniman Sunda yang turut menggelar berbagai kesenian dan kebudayaan khas Jawa Barat.

(Wisnu)