Namun, berdasarkan pengalaman sebelumnya, jelas Pram, calon tunggal selalu ada di setiap penyelenggaraan pemilu. Namun, KPU berjanji akan memperhatikan bagaimana menyikapi hal tersebut.

“Saya kira kan ini jadi keprihatinan banyak pihak bahwa ada yang jadi kontestasi kandidat dan jadi arena satu paslon. Sehingga esensi dari kontestasi politik menjadi nihil. Kalau kita (KPU) mau jujur kan ini ada faktor syarat pencalonan yang makin berat,” terangnya.

Pramono mencontohkan, untuk persyaratan kursi atau surat suara sah, semula hanya 15 persen. Kemudian terus meningkat menjadi 20 atau 22 persen. Begitu juga untuk syarat calon independen (non parpol) semula 3,5 persen, naik menjadi 6,5 hingga 10 persen.

“Belum lagi kewajiban PNS, DPR, DPRD untuk mengundurkan diri (saat mencalonkan diri dalam Pilkada), kalau dulu hanya cuti. Ini akumulasi dari berbagai syarat yang dinilai cukup berat sebagai calon di pilkada. Tentu harus disuarakan oleh banyak pihak, utamanya media dan masyarakayt sipil. Sehingga esensi pilkada lebih terbuka luar,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan
Andy Abdul Hamid