Pelanggaran tenaga kerja asing ilegal asal China. (ilustrasi/aktual.com)
Pelanggaran tenaga kerja asing ilegal asal China. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Wakil Presiden Jusuf Kalla akan mengevaluasi kebijakan bebas visa, yang telah diterapkan pemerintahannya. Sebab, dia khawatir akibat bebas visa justru merugikan Indonesia.

Terlebih, belakangan ini isu membeludaknya TKA ilegal asal Tiongkok itu akibat kebijakan pemerintah yang membebaskan visa. “Jangan-jangan selama ini kita sudah bebaskan visa, tapi wisatawanya tidak ada. Jadi kita perlu melakukan evaluasi juga,” kata Jusuf Kalla di kantor Wapres, Istana Negara, Kamis (29/12).

Padahal, kata dia, awalnya pemerintah memang membebaskan visa. Bebas visa itu diperuntutkan untuk 169 negara. Hal itu dilakukan upaya untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara.

Namun, jika melihat kedatangan yang tak membuahkan hasil, maka hal itu perlu dievaluasi. Total jumlah wisatawan yang berkunjung ke Indonesia sebanyak 275 juta orang, dengan pembagian 12 juta orang wisman dan 263 juta wisatawan nusantara.

Jumlah tersebut naik sekitar 3,7 persen dari tahun lalu, yaitu dengan total sebanyak 265 juta orang, dengan pembagian 10 juta wisman dan 255 wisnus. “Kita merasa kenapa wisatawan ini di sini baru sekitar 10 juta. Di lain pihak, negara tetangga yang lebih kecil sudah di atas 20 juta.”

Dia mengakui bahwa kebijakan tersebut memiliki dampak, terutama penyalahgunaan untuk keperluan kerja, seperti isu pekerja China di Indonesia.

“Tapi saya tidak percaya begitu saja dengan isu tersebut, karena gaji pekerja kasar di Indonesia jauh lebih murah, jadi rasanya itu tak terlalu memotivasi mereka untuk bekerja secara ilegal di sini.”

Kalau pun ada warga asing yang bekerja di Indonesia dengan menggunakan visa kunjungan wisata, maka dia meminta aparat penegak hukum segera menindaknya. “Jadi kalau ada yang melanggar, langsung kita pulangkan, baik dari China atau Malaysia.”

Dia melihat warga negara China yang bekerja di Indonesia lebih banyak di sektor infrastruktur, pertambangan, atau listrik, yang memang butuh keahlian khusus dan tidak mudah bagi orang Indonesia untuk mengerjakannya.

“Mereka (pekerja China) langsung direkrut. Pekerja Indonesia belum menguasai bidang itu. Semua menuntut pembangunan infrastruktur cepat selesai, listrik cepat selesai. Nah, kalau melatih dulu baru bekerja, maka kapan itu selesainya.”

“Hampir semua tangki, karena tidak mudah petunjuknya, maka engineering-nya orang China. Kita bisa mencontoh bagaimana cara mereka bekerja.”

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Wisnu