“Tidak ada,” tegas Arie.

Jaksa KPK dalam dakwaan Nofel telah menyebut usulan anggaran pengadaan satellite monitoring dan drone yang disahkan APBN-P Tahun Anggaran 2016 sebesar Rp 402 miliar dan drone sebesar Rp 580 miliar.

Namun Kemenkeu memangkas anggaran proyek satellite monitoring dengan nilai Rp 222 miliar.

Sementara untuk pengadaan drone belum dapat ditandatangani kontraknya karena anggaran pengadaan drone masih dibintangi atau di-blocking.

Lalu, Hardy Stefanus (mantan pegawai PT Melati Technofo Indonesia/MTI) ingin usulan pembukaan blocking anggaran tanpa perlu dilakukan review dari BPKP, tetapi langsung diajukan ke Ditjen Anggaran Kemenkeu.

Terkait itu, Nofel didakwa menerima SGD 104.500. Uang itu diterima Nofel dari Fahmi Darmawansyah (mantan Direktur PT MTI sebagai pemenang tender) melalui dua anak buahnya yaitu M Adami Okta dan Hardy Stefanus.

Suap diberikan agar Nofel dapat membantu membuka blocking anggaran pengadaan drone.

Dalam sidang itu, anggota DPR yang juga Ketua DPD I Golkar DKI Fayakhun Andriadi sebagai saksi mengaku dikenalkan dengan Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi oleh rekannya sesama Komisi I DPR dari Fraksi PDI-P, TB Hasanuddin.

Ali dikenalkan sebagai kader PDI-P oleh TB Hasanuddin usai rapat dengar pendapat (RDP) dengan Bakamla.

“Saya kenal Ali Fahmi setelah dikenalkan oleh Tubagus Hasanuddin, teman saya dan senior sesama Komisi I DPR. Setelah RDP di kantor Bakamla, dikenalkan,” tutur Fayakhun.

Setelah berkenalan, lanjut Fayakhun, Ali Fahmi lantas meminta nomor telepon selulernya.

“Saat dikenalkan Pak TB Hasanuddin dia (Ali Fahmi) perkenalkan diri kader PDIP juga. Kemudian  saya tidak tahu istilahnya tenaga ahli di Bakamla. Kemudian dia minta nomor telepon saya,” beber Fayakhun.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby