Jakarta, Aktual.com — Kabar gembira bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Taiwan. Mulai 1 September 2015 gaji pokok minimal TKI yang bekerja di sektor domestik naik dari 15.840 NT (dolar Taiwan) menjadi 17.000 NT atau naik 7,3%.
Kenaikan gaji ini ini berlaku bagi TKI sektor domestik yang menandatangani perjanjian kerja per 1 September 2015 dan bagi TKI yang kembali lagi bekerja ke Taiwan setelah 3 tahun masa perjanjian kerja berakhir (Re-Entry).
“Pada pertemuan dengan Menteri Tenaga Kerja/Minister of Labor (MOL) Taiwan Mr. Chen Hsiung-wen, Kami menyepakati untuk menaikkan gaji pokok minimal TKI sektor domestik dari 15.840 NT (dolar Taiwan) menjadi 17.000 NT per 1 September 2015,” kata Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri dalam tertulis yang diterima Aktual di Jakarta, Selasa (1/9).
Hanif mengatakan Pemerintah Indonesia memberikan apresiasi dan pernghargaan kepada Kementerian Tenaga Kerja Taiwan yang telah membahas peningkatan kesejahteraan dan perlindungan TKI di Taiwan, khususnya meningkatkan gaji TKI sektor domestik.
“Dari Tahun 1997 gaji pokok minimal TKI sektor domestik di Taiwan tidak pernah naik. Namun, kita bersyukur per tanggal 1 September 2015 nanti Gaji Pokok Minimal Tenaga Kerja Indonesia sektor domestik di Taiwan ini bakal naik,” kata Hanif.
“Peningkatan gaji ini merupakan upaya pemerintah meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan TKI. Bahkan jika memungkinkan kita berharap gaji tersebut disesuaikan setiap tahunnya sebagaimana pekerja lain di Taiwan,” kata Hanif.
Peraturan baru ini berlaku bagi TKI sektor domestik yang menandatangani perjanjian kerja per 1 September 2015 dan bagi TKI yang kembali lagi bekerja ke Taiwan setelah 3 tahun masa perjanjian kerja berakhir (Re-Entry).
“Bagi TKI yang sedang bekerja di Taiwan dengan penandatanganan Perjanjian Kerja sebelum 1 September 2015 maka tetap menggunakan gaji yang lama karena sudah ada perjanjian kerja yang disepakati oleh kedua belah pihak (pengguna dan TKI) yang berlaku 3 tahun,” kata Hanif.
Dalam pertemuan tersebut Pemerintah, Taiwan diminta juga untuk meninjau kembali peraturan terkait biaya agen/agency fee. Terkait dengan biaya agen Taiwan yang dibayarkan per bulan oleh TKI sebesar 21.600 NT di Tahun pertama, 20.400 NT di Tahun kedua dan 18.000 NT di tahun ketiga turut juga memberatkan TKI di Taiwan.
“Kami mendorong agar pemerintah Taiwan untuk menurunkan biaya agen yang selama ini memberatkan TKI yang jika dihitung bisa mencapai 60.000 NT atau sekitar 24 Juta Rupiah. Kami mendorong biaya agen itu ditinjau ulang kembali atau dapat dibebankan kepada user/majikan,” kata Hanif.
Pemerintah Taiwan dan KDEI juga didorong untuk melakukan perbaikan termasuk di dalamnya monitoring pengawasan kepada agen-agen di Taiwan yang berhubungan dengan TKI. Pemerintah juga akan mengambil tindakan tegas kepada agen-agen yang melanggar hukum.
“Terkait masih terdapat kasus-kasus pemotongan gaji yang tidak terkontrol oleh agen dan pembebanan secara berlebihan kepada TKI, KDEI didorong untuk bekerja sama dengan otoritas setempat dalam hal ini MOL untuk mengambil langkah-langkah sanksi bersama misalnya black listing ataupun penundaan endorsement dokumen,” kata Hanif.
Permasalahan TKI yang kabur (run away workers) yang ada di Taiwan juga masih cukup tinggi dan menjadi masalah tersendiri. Dalam peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah Taiwan apabila TKI selama tiga hari berturut-turut meninggalkan pekerjaannya keluar dari rumah majikan tanpa pemberitahuan maka akan kehilangan hak-haknya.
Pekerja illegal sangat riskan dari sisi perlindungan dan majikan dapat menjebak TKI dengan memanggil polisi untuk ditangkap sewaktu-waktu bila terjadi perselisihan.
“TKI yang kabur akan kehilangan hak-haknya seperti gaji, uang lembur, tiket pulang, asuransi kesehatan dan kematian. Sehingga ini sangat merugikan TKI. TKI diharapkan untuk menjaga diri dan apabila terjadi permasalahan dapat melaporkan kepada KDEI atau MOL,” kata Hanif.
Sementara itu Menteri Tenaga Kerja/Minister of Labor (MOL) Taiwan Mr. Chen Hsiung-wen, mengatakan pemerintah Taiwan juga menyambut baik hal perlindungan kepada TKI ini dengan berkomitmen untuk memberikan dan meningkatkan perlindungan kepada TKI di Taiwan sehingga perlindungan lebih maksimal.
“Kami sudah memiliki peraturan yang ketat dan tegas dimana jika agen melakukan pelanggaran bisa dikenakan sanksi ataupun denda. Selain itu, kami memiliki saluran khusus untuk pengaduan yang tersedia juga dalam Bahasa Indonesia. Kedua pemerintah harus memberikan sosialsisasi dan informasi kepada TKI agar mereka mau dan berani mengadukan permasalahnnya,” kata Chen.
Pertemuan ini merupakan pertemuan bilateral pertama antara kedua Menaker Indonesia dan Taiwan. Dengan adanya pertemuan ini diharapkan adanya kerja sama dalam hal peningkatan pelayanan dan perlindungan kepada TKI. Jumlah TKI yang ada di Taiwan sejak Januari hingga Juni 2015 tercatat sebesar 237.670 orang (65% sektor informal dan 35% sektor formal).
Artikel ini ditulis oleh: