Jakarta, Aktual.co — Badan Reserse Kriminal Mabes Polri sangat berhati-hati dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka, dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan pelaksanaan jasa konsultan dan konstruksi pencetakan sawah Kementerian BUMN tahun 2012-2014 di Ketapang, Kalbar.
“Kami tidak boleh ceroboh tetapkan seseorang menjadi tersangka,” kata Kabareskrim Komjen Pol Budi Waseso di Mabes Polri, Jumat (5/6).
Pasalnya, menurut dia, penetapan tersangka pada seseorang memiliki konsekwensi yang berat. Oleh karenanya pihaknya sangat berhati-hati dan menjaga asas praduga tak bersalah.
Sementara terkait kemungkinan peran mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan dalam kasus tersebut, pihaknya mengatakan belum mengetahui peran Dahlan dalam kasus tersebut. “Nggak boleh berkesimpulan, diperiksa saja belum,” ucapnya.
Dia pun mengaku, belum menetapkan Dahlan sebagai tersangka karena harus melalui beberapa tahapan yakni pemeriksaan yang bersangkutan, audit pemeriksaan dan dikonfirmasi dengan alat bukti temuan penyidik.
“Belum (tersangka). Sprindik boleh saja (terbit), artinya ini kan berkaitan hasil pemeriksaan, hasil pemeriksaan diaudit dan dihubungkan dengan alat bukti,” ujarnya.
Sementara pihaknya pun belum akan mengagendakan pemeriksaan terhadap Dahlan. “Nanti menunggu hasil evaluasi penyidik, apa (Dahlan) perlu diperiksa atau tidak,” kata dia.
Proyek jasa konsultan dan konstruksi pencetakan sawah di Ketapang berlangsung pada 2012-2014, di mana ketika itu Dahlan Iskan menjabat sebagai Menteri BUMN.
Dalam proyek bernilai Rp317 miliar itu, Polri menduga pengerjaan proyek cetak sawah tidak sesuai dengan kontrak dan ditemukan adanya lahan fiktif.
Pada proyek itu, PT Sang Hyang Seri yang merupakan BUMN pangan menjadi penanggung jawab proyek. Dalam mengerjakan proyek tersebut, PT SHS dibantu beberapa perusahaan lain, yakni PT Hutama Karya, PT Brantas Abipraya, PT Yodya Karya, dan PT Indra Karya.
Sedangkan beberapa BUMN yang diketahui turut mendukung pelaksanaan proyek tersebut dari segi pendanaan, di antaranya PT BNI, PT Pertamina, PT Pelindo II, PT BRI, dan PT PGN.
Kasus tersebut diduga melanggar pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu