Jakarta, Aktual.com — Kabinet pemerintahan Jokowi-JK terus berpolemik dan berbeda pendapat. Ibarat parlemen, para menteri yang sejatinya adalah pembantu presiden berbeda pendapat di hadapan publik. Kondisi ini mengundang perhatian dari sejumlah pihak, tentang etis tidaknya mereka melakukan kegaduhan di publik.
Yang paling hangat saat ini, Menko Bidang Kemaritiman Rizal Ramli silang pendapat dengan Menteri ESDM Sudirman Said soal skema pengelolaan Blok Masela. Pertikaian dua kementerian ini pun membuat Presiden Jokowi geram.
Ketua DPP PDI Perjuangan, Andreas Pereira mengungkapkan, terkait dengan ketegangan yang terjadi di kementerian Jokowi-JK saat ini memang sudah keterlaluan dan tidak bisa lagi dianggap sebagai dinamika politik.
“Bukan dinamika lagi, tapi mengarah pada kegaduhan. dulu memang iya saya melihatnya sebagai dinamika, tapi sekarang sudah tepat dikatakan kegaduhan,” paparnya. Dalam diskusi dengan tema “Para Menteri Bertikai, Apa Langkah Presiden Jokowi?” yang diadakan di warung gado-gado Boplo, kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (5/3).
Andreas mengungkapkan, ada beberapa catatan yang bisa dilihat dari kegaduhan ini. Yang pertama kondisi gaduh ini sangat mengejutkan dan menarik perhatian.
” Yang terjadi antara mereka, yang dulu ketika pembentukan kabinet itu adalah para profesional.
Tapi sekarang justru mereka yang ribut,” katanya.
Kedua, lanjut Andreas, kejadian ini membuat semua masyarakat memperhatikan. Pada akhirnya presiden Jokowi tidak nyaman.
“Saya melihat jokowi sudah agak keras. Saat mengunjungi salah satu proyek. Pernyataan tegas telah dikeluarkan oleh Presiden Jokowi,” ungkapnya.
Hal berikut yang diamati oleh Andreas, kondisi ini jangan sampai berlarut-larut. Presiden Jokowi dianggap tidak cukup hanya mengeluarkan pernyataan keras, tapi mestinya dengan tindakan nyata.
“saya lihat, pernyataan itu tidak cukup, seharusnya sudah mulai ada tindakan ini untuk menghentikan,” ucapnya.
Namun, Jokowi harus mengambil substansi kebenaran dari kegaduhan. Jangan sampai kegaduhan ini berakhir begitu saja.
“Gak benar juga kalau mau ganti semua. Harus cari mana yang benar, karena mereka punya sikap, mereka yakin mereka betul, meskipun mekanismenya tidak betul. Presiden harus arif, jangan sampai presiden ambil sikap fatalistik,” tegasnya.
Artikel ini ditulis oleh: