Menko Kemaritiman ‎Luhut Binsar Panjaitan bersama Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto saat menghadiri acara Rapat Koordinasi Bidang Nasional (Rakorbidnas) III Kemaritiman PDI Perjuangan di DPP PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta, Minggu (8/4). Rapat koordinasi ini digelar dengan fokus Pengembangan Industri Maritim Terintegrasi Gotong Royong (IMT GR). AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mempertanyakan langkah KPK yang melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Walikota Blitar Samanhudi dan calon Bupati Tulungagung Sahri Mulyo. Keduanya merupakan kader PDIP.

“Samanhudi dan Sahri Mulyo tidak terkena OTT secara langsung, tapi mengapa dalam waktu singkat muncul pemberitaan bahwa keduanya menjadi target dan harus ditangkap,” kata Hasto Kristiyanto melalui pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (10/6).

Menurut Hasto Kristiyanto, terkesan adanya kepentingan politik yang dapat dicermati di balik kasus OTT terhadap Walikota Blitar Samanhudi dan calon Bupati Sahri Mulyo Tulungagung yang memiliki elektabilitas tinggi.

Hasto yang pada Minggu siang berada di Kota Blitar menjelaskan, faktanya yang ditangkap di Kota Blitar adalah seorang penjahit pakaian dan bukan pejabat negara. Kemudian, di Kabupaten Tulungagung yang ditangkap adalah seorang kepala dinas dan perantara, bukan Sahri Mulyo.

“Semuanya lalu dikembangkan bahwa hal tersebut sebagai OTT terhadap Samanhudi dan Sahri Mulyo. Ada apa dibalik ini,” kata Hasto.

Alumni Universitas Gadjahmada Yogyakarta ini menegaskan, PDI Perjuangan memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada KPK jika OTT tersebut dilakukan dengan berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran, dalam hukum dan sesuai mekanisme hukum itu sendiri.

Namun pertanyaannya, kata Hasto, apakah OTT tersebut tidak dipengaruhi oleh kontestasi pilkada? “Siapa yang dapat memastikan hal ini, bahwa segala sesuatunya dilakukan secara proper dan sesuai mekanisme hukum yang jujur dan berkeadilan,” katanya.

Hasto menambahkan, di masa lalu, ada oknum KPK yang tidak dapat melepaskan diri dari kepentingan di luarnya, misal terkait dengan pencoretan bakal calon menteri yang dilakukan tidak sesuai prosedur dan tampak adanya konflik kepentingan, demikian juga terhadap bocornya surat perintah penyidikan (sprindik) kepada Anas Urbaningrum.

Hasto menegaskan, jika yang dilakukan KPK sudah benar-benar sesuai standar operasional prosedur (SOP), tidak ada kepentingan lain kecuali niat mulia untuk memberantas praktik korupsi tanpa kepentingan subyektif, maka banyaknya pejabat daerah yang terkena OTT tidak hanya membuat pemerintahan daerah pincang akibat korupsi, tapi lebih jauh lagi hal tersebut sudah menyentuh aspek paling mendasar yakni kegagalan sistem pencegahan korupsi negara.

Menurut Hasto, di internal PDI Perjuangan sudah menerapkan sanksi sangat tegas terhadap kadernya jika terbukti melakukan praktik korupsi yakni pemecatan seketika, mengakhiri karir politiknya, dan tidak mendapatkan bantuan hukum. “Sudah banyak kepala daerah yang ditangkap, tapi mengapa masih terjadi,” katanya.

ant

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby