Medan, Aktual.com — M Affan, kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang menjabat sebagai unsur pimpinan DPRD Sumut periode 2009-2014 lolos dari jeratan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, terkait dugaan gratifikasi persetujuan LPJ Pemprov Sumut 2012-2014.
Terkait itu pengamat hukum kota Medan Muslim Muis mengatakan, lolosnya M Affan memunculkan kontroversi. Diduga, adanya intervensi politik atas penetapan status ke lima anggota DPRD lainnya yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka.
“Ini bisa memicu munculnya dugaan seperti itu, karena dari lima unsur pimpinan itu, hanya Affan yang tak menjadi tersangka,” ujar Muis kepada wartawan di Medan, Rabu (4/11).
Meski memunculkan kontroversi, Muis tak menampik bahwa soal kemungkinan ketidakterlibatan Affan bisa saja terjadi. Yakni, bahwa Affan memang menolak gratifikasi itu.
Begitupun, Muis menilai keterangan itu harus dijelaskan oleh KPK kepada publik. Itu dibutuhkan, untuk menampik tudingan-tudingan publik dan masyarakat yang menilai KPK menjadi alat politik.
“Logika yang berkembang di masyarakat, yakni anggota dari PDI Perjuangan saja ada yang mengembalikan uang, misalnya Brilian Moktar. Masa pimpinannya yang dari fraksi yang sama tidak ikut menerima? Ini logika sederhana yang bisa memicu prasangka,” kata Muis.
Diketahui, sebanyak lima orang anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam dugaan menerima sejumlah gratifikasi pemberian hadiah atau janji dari Gubernur Sumut nonaktif Gatot Pujo Nugroho.
Ke lima anggota DPRD itu selaku ketua yakni Saleh Bangun, selaku wakil ketua, yakni Chaidir Ritonga, Sigit Pramono Asri, Kamaluddin Harahap, dan anggota DPRD Ajib Shah di periode yang sama.
Saleh, Chaidir dan Ajib diduga telah menerima sejumlah hadiah atau janji dari Gubernur Sumatera Utara nonaktif, Gatot Pujo Nugroho. Pemberian hadiah itu berkaitan dengan beberapa kegiatan milik Pemprov Sumut.
“Diduga menerima hadiah atau janji berkaitan dengan persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemprov Sumut pada 2012, persetujuan perubahan APBD 2013, pengesahan APBD 2014, pengesahan APBD 2015, persetujuan laporan pertanggungjawaban anggaran Pemprov Sumut 2014, dan penolakan penggunaan hak interpelasi oleh anggota DPRD,” kata Pelaksana tugas (Plt) Komisione KPK Johan Budi SP saat jumpa pers di gedung KPK, Selasa (3/11).
Sedangkan untuk Kamaludin dan Sigit, diduga menerima hadiah atau janji sehubungan dengan persetujuan laporan pertanggungjawaban 2012, persetujuan perubahan APBD 2013, pengesahan APBD 2014, pengesahan APBD 2015.
Kelima anggota DPRD Sumut itu disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah ke dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu